Lima Fakta Miris Tragedi Bintaro, Nomor Dua Bikin Merinding

KA 225 dan KA 220 sama-sama melaju dan bertabrakan secara tragis di Pondok Betung, Bintaro. Ratusan korban pun berjatuhan.

Penulis: say | Editor: oda
Print.Kompas.com
Kondisi kereta api setelah mengalami kecelakaan di daerah Pondok Betung, Bintaro, Tangerang, pada 19 Oktober 1987. 

TRIBUNJOGJA.COM - Tragedi Bintaro yang menewaskan 156 orang sudah berlalu 30 tahun. Tanggal 19 Oktober 1987 silam, dua kereta api sarat penumpang bertabrakan secara tragis, di daerah Pondok Betung, Bintaro.

Seharusnya, KA 225 yang ditarik lokomotif BB306 16 dan KA 220 yang ditarik lokomotif BB303 16, bersilang di stasiun Sudimara. Namun hal itu tidak dilakukan, sehingga berakibat sangat fatal.

Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) justru membuat surat pemindahan tempat persilangan (PTP) ke masinis KA 225. Padahal seharusnya, PPKA meminta izin terlebih dahulu ke stasiun Kebayoran.

Akibatnya, KA 225 dan KA 220 sama-sama melaju dan bertabrakan secara tragis di Pondok Betung, Bintaro. Ratusan korban pun berjatuhan dan 156 orang dilaporkan meninggal dunia.

Kejadian itu meninggalkan duka mendalam bagi para penumpang dan keluarganya. Jerit tangis korban yang masih hidup dan mayat dalam kondisi mengenaskan bergelimpangan setelah peristiwa tersebut.

Berikut lima fakta memprihatinkan tragedi Bintaro 1987, seperti dikutip dari berbagai sumber.

1. Warga dan Petugas Kewalahan Mengevakuasi Penumpang

Seorang warga setempat, Zainal, menjadi saksi hidup Tragedi Bintaro 1987. Seperti dilansir Kompas.com, ia juga turut membantu mengevakuasi korban yang selamat dan tewas.

Saat itu, petugas dan warga sampai kewalahan mengevakuasi penumpang, karena terlalu banyaknya korban yang berjatuhan.

2. Banyak Korban Terjepit di Persambungan Kereta

Salah satu korban hidup dari tragedi mengerikan itu adalah pria bernama Sholeh. Seperti dilansir Tribunnews.com, Sholeh naik KA dari stasiun Sudimara menuju Stasiun Palmerah.

Untungnya, ia duduk di kursi agak tengah, sehingga selamat meskipun kaki kanannya nyaris putus. Ia masih ingat jelas bagaimana jerit tangis penumpang kereta nahas itu.

Mayat bergelimpangan dimana-mana, paling banyak terjepit di persambungan kereta. Bahkan ada yang wajahnya tak dapat dikenali sama sekali, karena seperti habis tersiram sesuatu.

Ada pula mayat yang anggota tubuhnya terpisah.

3. Warga Setempat Tahlilan di Pinggir Rel Setiap Tahunnya

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved