Jejak Situs Kuno Liangan
'Little Pompei' Ini Ada di Lereng Gunung Sindoro
Sebuah komplek hunian kuno era Mataram Hindu, tertimbun material vulkanik selama berabad-abad.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Penemuan Situs Liangan di Ngadirejo, Temanggung ternyata menyingkap drama masa lalu yang dahsyat.
Sebuah komplek hunian kuno era Mataram Hindu, tertimbun material vulkanik selama berabad-abad.
Tidak seorangpun mengetahui apa yang terjadi di Liangan. Tidak ada jejak tulisan, prasasti, kisah turun temurun yang mampu menceritakan seperti apa kehidupan pada masa itu, dan mengapa kemudian Liangan dikosongkan untuk selama-lamanya.
Ekskavasi bertahan yang dilakukan Balai Arkeologi Yogyakarta dan BPCB Jawa Tengah, sedikit banyak akhirnya menyibak misteri Pompeii Kecil (Little Pompeii) di lereng utara Gunung Sindoro ini.
Pompeii adalah sebuah kota kecil ramai di dekat Naples (Napoli). Sekarang masuk wilayah Campania, Italia. Kota ini mendadak terkubur abu vulkanik dan tersapu awan panas dari letusan dahsyat gunung Vesuvius pada 76 Masehi.
Kota di pesisir Teluk Napoli ini hilang selama 1.600 tahun, sebelum ditemukan tak sengaja. Penggalian arkeologi menghasilkan temuan menakjubkan.
Sebagian kota ini utuh di bawah timbunan abu dan pasir, termasuk tubuh-tubuh manusia yang mengeras tersapu abu panas.
Meski tidak sama persis dengan Pompeii, Liangan juga sama-sama terkubur material vulkanik bermeter-meter. Jika asumsi terkuburnya Liangan terjadi pada abad 10, dengan penggalian yang dimulai 2009, berarti hunian itu telah terpendam lebih kurang 1.000 tahun.
Bedanya lagi, jika Pompeii langsung terkubur abu dan pasir panas Vesuvius, membunuh dan merusak seisi kota apa adanya saat itu juga, di Liangan belum ditemukan jejak kematian manusia maupun hewan.
Jejak sapuan awan panas Gunung Sindoro baru dikenali dari arang-arang padi dan kerangka bangunan yang terbakar.
"Jejak kematian manusia dan hewan di Liangan sejauh ini belum pernah kita temukan," kata Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta, Sugeng Riyanto, Rabu (4/10/2017).
"Para penghuni Liangan mungkin sudah niteni bahaya letusan Sindoro. Tanda-tanda sebelumnya sudah ada, atau sebelumnya mungkin juga pernah mengalami fase letusan, sehingga mereka pergi menyelamatkan diri berikut harta bendanya," lanjut Sugeng.
Dari ragam data temuan yang diperoleh sepanjang 2009 hingga 2017, Liangan memiliki unsur- unsur kelengkapan kebudayaan Hindu. Ada temuan yoni, lingga, area bengkel dan pertanian, candi peribadatan dan batur-baturnya yang khas Hindu.
Sedangkan di area hunian yang berdekatan dengan area ibadah, ada sisa rumah kayu, peralatan rumah tangga dari keramik dan tembikar, logam, dan batu.
Area pertanian ditandai sebaran yoni (lambang kesuburan) di bagian atas situs, dan peralatan pertanian dari logam dan sisa padi yang hangus terbakar karena material vulkanik.
Sedangkan di antara area peribadatan dan hunian terdapat jalan batu yang sebelahnya ada pagar.
BACA : Jangan Salah Sangka, Sindoro Pernah Meletus Hebat
Dengan tata ruang yang sangat teratur, mengindikasikan tingginya peradaban penghuninya pada masa itu. Kemajuan hubungan warga Liangan dengan dunia luar juga tampak dari temuan artefak keramik yang keseluruhannya berasal dari Cina masa dinasti Tang (berkuasa abad 9-10 M).
Berdasarkan kuantitas temuan artefak keramik meliputi guci, tempayan, mangkuk, guci kecil, guci bercerat, pasu, serta bentuk-bentuk lain seperti botol, cawan, cepuk, dan kendi. Kualitas keramik bisa mencerminkan dari mana benda itu berasal.
Di Liangan, umumnya keramik berciri produk Guandong (Guangzhou). Keramik-keramik serupa pernah ditemukan di situs Candi Borobudur. Sedangkan temuan logam, seperti loyang (nampan) dan lampu gantung perunggu, mencerminkan betapa majunya kehidupan di Liangan saat itu.
Namun demikian, karena data dan fakta menunjukkan keragaman artefak, Liangan sebagai komplek permukiman manusia, sudah ada jauh sebelum Mataram Kuno eksis. Perkembangan peradaban berikutnya membawa pengaruh kuat India yang erat dengan tradisi Hindu dan Budha.
Menurut Sugeng Riyanto, penelitian menyeluruh Situs Liangan bukan tanpa kendala. Salah satunya sebagian area saat ini jadi permukiman. Ditilik dari keberadaan jalan berbatu yang baru tersingkap sepanjang 100 meter, akses utama itu menarik ditelusuri.
Setidaknya bisa mengetahui ke mana arah jalan itu, dan menghubungkan Liangan dengan permukiman terdekat, atau barangkali jalan yang lebih besar sebagai penghubung antar wilayah di sekitar Temanggung.
Empat abad Liangan eksis sebagai hunian bukan masa yang pendek sebelum terkubur. Para arkeolog dari Balar Yogyakarta akhirnya mampu menyusun kepingan-kepingan sejarah jadi sebuah mozaik peradaban kuno yang luar biasa.
"Kita ingin orang sekarang tahu bagaimana nenek moyangnya dulu hidup dan membangun hunian yang teratur dan eksotik," tandas Sugeng Riyanto. Penelitian situs Liangan akan terus berlanjut guna mewujudkan wajah utuh Liangan sebagai saksi sejarah masa lampau. (tribun jogja/ xna)