Sebelum Dipasarkan, Carica Parangtritis Sempat Jalani Trial And Error
Pernah buah pepaya yang direbus terlalu lembek, berbusa bahkan satu ember berisi buah pepaya menjadi busuk sebelum dikemas.
Penulis: Susilo Wahid Nugroho | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Setidaknya butuh waktu sekitar enam bulan, agar produk Carica Paris olahan Arifil Laili, warga Semampir, Panjangrejo, Pundong, Bantul dkk layak dipasarkan.
Selama durasi enam bulan tersebut, Laili coba mengolah buah pepaya agar benar-benar layak dikonsumsi.
Trial and error pun kerap terjadi, yang menjadikan buah pepaya terbuang.
Baca: Wow, Warga Bantul Ini Kembangkan Carica ala Parangtritis
Laili bercerita Oktober 2016 ia dikirim oleh pihak desa setempat ke Dieng untuk belajar cara produksi carica.
Usai membawa ilmu yang didapat dari sana, ia mulai praktek produksi carica menggunakan pepaya di Bantul.
"Tapi hasilnya kurang memuaskan, jadi belum bisa dipasarkan," kata Laili.
Kegagalan sudah jadi hal biasa bagi Laili saat itu.
Pernah buah pepaya yang direbus terlalu lembek, berbusa bahkan satu ember berisi buah pepaya menjadi busuk sebelum dikemas.
Atau kemasan yang sudah ditutup plastik justru pecah.
Kondisi ini berlangsung setidaknya enam bulan.
Baru setelah itu, Laili perlahan bisa menjadikan produk carica olahannya menjadi layak dipasarkan.
"Jadi ada treatment khusus kalau membuat carica dari pepaya, ya selama enam bulan itu saya belajar, jadi cara pengolahannya tidak bisa disamakan persis dengan memasak Carica Dieng," katanya.
Kini, dengan berhasilnya olahan carica pepaya ini, Laili sudah secara kontinyu memasarkannya ke toko oleh-oleh sekitar Jalan Parangtritis.
Peminatnya cukup banyak karena Carica Paris ini punya cita rasa yang khas.
Dengan tetap dominan manis, namun tekstur buah pepaya yang lebih kenyal. (*)