Asyiknya Bernostalgia dengan Mainan dan Makanan Masa Lalu di Toko Mbokjajan Yogyakarta

Produknya tersebut sudah tersebar di seluruh Indonesia melalui penjualan secara online, bahkan sampai ke mancanegara.

Penulis: Santo Ari | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Santo Ari
Toko Mbokjajan di Jalan Ireda, Keparakan Kidul, Mergangsan, Yogyakarta 

Namun untuk produk mainan, ia harus rela berburu hingga ke luar DIY. Namun demikian, saat berburu ia terbilang santai dan tidak menargetkan harus mendapat barang baru.

"Dibikin enjoy. Sambil jalan-jalan ke daerah lain. Biasanya mainan jadul banyak ditemukan di kawasan wisata. Kalau dapat mainan yang bisa handmade, maka saya beli untuk sample. Kemudian akan diperbanyak oleh pekerja saya," ujar gadis yang juga membuka workshop untuk membuat mainan jadul di daerah Sewon.

Puluhan juta sudah dikantong setiap bulannya. Produk yang ia jual terjangkau untuk semua kalangan. Harga makanan ringan gulai ayam dijualnya Rp 1000 saja. Tamagoci dan gimbot dijualnya seharga Rp 35 ribu, sedangkan termahal adalah monopoli dengan disain jadul sehargap Rp 75 ribu.

Kini ia memantapkan jalannya untuk menjadi pengusaha. Iapun sudah tidak berkenginan untuk menjadi pegawai. Terlebih di Yogyakarta, bisa dikatakan banyak yang menjual makanan dan mainan jadul, namun ialah pionir yang menggabungkan semua itu menjadi satu di rumah Mbokjajan miliknya. Mbokjajan tidak hanya jualan sajam Dinda mengatakan bahwa tempat tersebut bisa digunakan untuk kunjungan yang bersifat edukatif. Banyak sekolah TK atau Paud datang untuk belajar mengenal makanan dan mainan jadul.

Kendati saat ini ia sudah berada di titik sukses, Dinda mengatakan bahwa awalnya ini bukanlah cita-citanya. Saat pertama bekerja di radio swasta dulu, ia tidak kepikiran untuk membuka tempat usaha. Yang ia tahu, ia sudah mempunyai pekerjaan tetap dan waktu yang stabil dalam bekerja.

"Dulu cita-cita bukan jadi pengusaha, dulu cita-citanya dapatk pekerjaan yang pasti dan dapat gaji. Saat ini sudah merasakan bagaimana membuat usaha sendiri, akhirnya sudah enggak mau jadi pegawai lagi," bebernya,

Ia mengakui bahwa dirinya adalah orang yang matematis, dia tidak bermaun feeling dalam bekerja. "Saya yakin keluar dari pekerjaan saya, karena saya menghitung dan menggunakan nalar. Bahwa kalau saya serius menekuni usaha ini, maka hasil yang saya peroleh jauh lebih banyak dari pada saya hanya jadi pegawai," tukasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved