Aktivis Gerakan Jogja Asat Minta Pemkot Bendung Pembangunan Hotel

tivis gerakan Jogja Asat, Dodok Putra Bangsa menilai pembangunan hotel di Yogyakarta sungguh sangat masif.

Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Ikrob Didik Irawan
blog.mesin77.com
Ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung Ismiyanto

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Aktivis gerakan Jogja Asat dan kalangan legislatif meminta pemerintah kota (Pemkot) serius dalam membendung masifnya pembangunan hotel dan apartemen di Kota Yogya.

Pasalnya, kelestarian air tanah menjadi taruhannya jika pembangunan hotel terus digencarkan.

Aktivis gerakan Jogja Asat, Dodok Putra Bangsa menilai pembangunan hotel di Yogyakarta sungguh sangat masif.

Dia pun mengkhawatirkan jika tidak ada pembatasan akan berakibat pada kelestarian air di kota setempat.

“Warga Kota Yogya itu mayoritas menggantungkan air tanah untuk kehidupan. Bahkan, tidak doyan mengonsumsi air PDAM karena aroma kaporit dan air tidak mengalir lancar,” jelasnya, Jumat (26/5/2017).

Dengan latar belakang tersebut, menurutnya, jika kelestarian air tanah terancam maka warga setempat akan menghancurkan warga setempat.

Dia mengatakan, hal ini tak lepas dari kebijakan pemkot yang dinilai longgar pada pembangunan hotel, apartemen dan industry lainnya.

“Pembangunan yang masif tidak memandang dan mengutamakan manusia bisa dipastikan menyengsarakan,” sebutnya.

Pembodohan

Dalam kesempatan itu, warga Miliran ini pun menilai pernyataan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mengenai sharing 10 persen air tanah dalam untuk warga sekitar dari hotel atau industri adalah bentuk pembodohan.

Justru dengan peraturan tersebut, hotel bisa bebas menghabiskan air tanah.

“Ini adalah pembodohan dan pelegalan pembangunan air sumur dalam. Asalkan mereka memberikan 10 persen airnya,” jelasnya.

Dodok pun mempertanyakan jika air tanah habis dan pengusaha hotel pindah tempat.

Namun, tidak mempedulikan nasib warga yang bergantung pada air tanah.

“Di sini, ada dampak dan nantinya mereka seolah tidak bersalah,” ulasnya.

Dodok pun sempat mencontohkan sejak pendirian salah satu hotel, sumur warga Miliran mengering. Menurut Dodok, sejak beroperasi 2012 silam sumur warga menjadi kering.

Namun, saat meminta klarifikasi Badan Lingkungan Hidup (BLH) sekarang DLH kala itu, malah beragumen membenarkan operasional hotel karena dinilai sudah tepat mengambil sumber air dalam yang tidak akan menganggu air sumber air dangkal masyarakat.

“Padahal jelas-jelas sumur warga terdampak menjadi kering. Ini contoh nyata. Jadi kalau ada pernyataan air tanah masih aman, itu karena habis musim hujan, “ tegasnya. (Tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved