Kekerasan dalam Diksar Mapala UII

Mahasiswa Lombok Ingin Kasus Berlanjut dan Tersangka Diksar Mapala UII Dihukum Berat

Perwakilan mahasiswa itu membawa pesan keluarga almarhum Ilham Nurpadmi, salah satu korban kekerasan Diksar Mapala UII.

Editor: oda
instagram/@polreskaranganyar
Perwakilan Ikatan Mahasiswa Lombok di Yogyakarta bertemu Wakapolres Karanganyar, Kompol Prawoko 

TRIBUNJOGJA.COM, KARANGANYAR - Sejumlah perwakilan Ikatan Keluarga Mahasiswa Lombok di Yogyakarta mendatangi Mapolres Karanganyar, Jumat (17/2/2017).

Dipimpin Taufiq Kurniadi, perwakilan mahasiswa itu ditemui Wakapolres Kompol Prawoko di ruang kerja, yang mewakili Kapolres AKBP Ade Safri Simanjuntak yang sedang berdinas ke Semarang.

Dikutip dari akun Instagram Polres Karanganyar, @polreskaranganyar, perwakilan mahasiswa itu membawa pesan keluarga almarhum Ilham Nurpadmi, salah satu korban kekerasan Diksar Mapala UII, agar tersangka mendapatkan hukuman setimpal.

“Kami memang selalu berkomunikasi dengan pihak keluarga, yang ada di Lombok Timur, jauh di pelosok."

"Mereka menanyakan perkembangan kasus penyidikan itu."

"Mereka tidak rela kalau kasus ini mandeg tanpa kelanjutan, dan minta tersangka dihukum berat,” kata Taufiq.

Dalam pertemuan itu, para mahasiswa Lombok meminta informasi perkembangan, karena itu menjadi amanah keluarga.

Selama ini keluarga sangat minim menerima informasi perkembangan penyidikan kasus Diksar Mapala UII yang membawa korban tiga peserta meninggal, termasuk Ilham yang asli Sasak, Lombok.

Mereka juga bersedia membantu aparat untuk mempercepat proses penyidikan, agar seluruh penanganan kasus ini berjalan lancar.

Mereka bahkan sudah pernah mengirimkan transkrip percakapan lewat Whatsap (WA) antara Ilham dengan ibunya saat terjadi Diksar Mapala.

Inti dalam percakapan itu, Ilham mengeluhkan menerima perlakuan yang tidak semestinya, jauh dari yang dia angankan saat mengikuti Mapala.

Ilham menerima perlakuan yang tidak sesuai dengan SOP (standar operasional prosedur) sebagai pecinta alam.

“Dia memang tidak secara spesifik menyebut ada pemukulan, kekerasan dan lainnya, namun dia mengeluhkan adanya perlakuan yang tidak semestinya, yang tidak pernah dia pikirkan saat mendaftar mengikuti Diksar Mapala itu."

"WA menggunakan bahasa Sasak, sehingga hanya kami yang bisa menerjemahkan."

"Bukti itu kami serahkan ke penyidik untuk bahan tambahan alat bukti.” ujar Taufiq. (tribunsolo.com/labib zamani)

Sumber: Tribun Solo
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved