Sejarah Singkat Bregada, Dari Prajurit sampai Pengawal Grebeg
Untuk tetap melestarikan nilai itu, pihak Pemerintah Provinsi DIY rutin menggelar Festival Bregada Rakyat.
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: oda
Bregada Egrang
Bregada Egrang.
Hingga saat ini, bregada tidak difungsikan untuk perlawanan, namun biasanya untuk mengawal acara grebeg.
Satu diantaranya adalah bregada egrang yang diasuh oleh seniman Tejo Badut. Penampilan bregada yang menggunakan kostum warna-warni ini, sukses mencuri perhatian pengunjung.
Para prajurit bregada egrang yang berasal dari Kasongan, Kasihan, Bantul tak henti-hentinya menjadi objek berfoto selfie warga.
Keunikan dari bregada ini adalah penggunaan kostum yang menarik, lengkap dengan egrang berupa kaki besi panjang dan tongkat bambu.
Mereka berjalan dan berbaris dengan rapi, meski harus menempuh perjalanan hingga hampir 1,5 kilometer menuju lapangan Paseban, Bantul.
Tejo Badut, salah satu penggagas bregada egrang mengatakan, seni keprajuritan yang ditampilkannya dalam festival kali ini memang lebih out of the box dibandingkan dengan prajurit lainnya.
Pihaknya berupaya untuk menghibur, sekaligus mengingatkan warga akan pelestarian permainan tradisional, yakni egrang.
“Kami memaknai filosofi bregada, sebagai prajurit, artinya siap untuk bertempur dan melawan. Sedangkan, kami menggunakan egrang, untuk mengangkat permainan egrang agar tidak punah karena serbuan budaya asing. Jadi kami prajurit yang siap untuk terus melestarikan permainan tradisional ini,” katanya.
Menurut Tejo, meski tidak menggunakan egrang tradisional, yang berasal dari bambu, nilai perjuangan dari kelompoknya disampaikan dengan egrang besi yang memudahkan penggunanya untuk kirab.
Dia pun berharap, permainan egrang tetap bisa dilestarikan di masyarakat.
Tejo pun menggarap kostum para bregada egrang sedemikian rupa agar pesan dan maksud bisa tersampaikan secara mudah. Topi dari bregada egrang pun dibuat dengan unik, namun tetap ada unsur-unsur yang sama dengan bregada pada umumnya.
Adapun untuk senjata yang biasa digunakan, yakni berupa tombak, Tejo menggantinya dengan bambu.
Bambu itu diberi hiasan bendera berwarna-warni, dan digunakan para bregada layaknya tombak.
“Di sini, kami juga menggunakan unsur tradisional berupa bambu sebagai salah satu senjata kami. Egrang tradisional dibuat dari bambu, dan itulah yang menjadi senjata kami,” katanya. (*)