Pantang Menyerah dalam Keterbatasan Fisik, Pria Tunanetra Ini Kuasai Tiga Teknik Pijat
Dengan berkurangnya salah satu panca indera tersebut, diakuinya panca indera yang lain justru semakin peka.
Penulis: app | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Arfiansyah Panji Purnandaru
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Menjalani hidup dengan ikhlas dan terus berjuang merupakan prinsip yang patut diacungi jempol. Semangat hidup tinggi juga ditunjukkan oleh Dwi Satmoko Broto Winoto.
Pria yang lahir sejak 1976 tersebut tetap semangat menjalani kerasnya kehidupan meski pada tahun 2000 ia menderita peradangan di saraf retina.
"Waktu itu saya sempat kuliah di YKPN. Sudah semester akhir tetapi tidak selesai karena saya terkena peradangan di saraf retina," kisah Broto di Badan Sosial Mardi Wuto saat ada acara seleksi Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) Yayasan Dr Yap Prawirohusodo.
Meski begitu, semangat Broto tidak pernah pupus. Dengan berkurangnya salah satu panca indera tersebut, diakuinya panca indera yang lain justru semakin peka.
Beberapa tahun setelah terserang penyakit tersebut tepatnya tahun 2006, Broto membulatkan tekat untuk berlatih memijat atau massage.
Broto pun mengakui, awalnya ia merasa kesulitan namun dengan ketelatenan maka ilmu tersebut akan semakin mudah terserap.
"Butuh penyesuaian, butuh jam terbang. Mengaplikasikan apa yang diberikan instruktur," jelasnya.
Saat ini, tiga teknik memijat sudah Broto kuasai antara lain Sport Massage yaitu pijat urut, Sixte Massage biasanya diaplikasikan pada migran maupun asma, dan Shiatsu Massage pijat pada telapak tangan.
"Sudah saya mix dan kombinasi ketiga teknik tersebut untuk kenyamanan pasien," jelasnya.
Selain tiga teknik tersebut, di Badan Sosial Mardi Wuto, Broto juga mempelajari pelatihan tambahan seperti akupresur yaitu teknik pijat dari Cina yang memberikan relaksasi kepada pasien. Pelatihan tersebut diberikan gratis oleh Badan Sosial Mardi Wuto.
Berkat ketekunannya, pria asli Gunung Kidul tersebut sejak tahun 2008 sudah membuka praktik mandiri di Ringroad Timur dan juga di kawasan Malioboro tepatnya di Pringgokusuman dengan nama Panti Pijet Seger.
"Pijat sampai pasien nyaman tidak pakai hitungan jam. Kalau tarif biasanya Rp 40 ribu," ujarnya yang merupakan spesialis keluhan pusing dan migran tersebut.
Untuk mengisi waktu luang, Broto pun mengaku selalu membaca meski lewat huruf braile. Broto pun rajin membuat puisi maupun artikel baik dengan menulis braile maupun mengetik.
Broto berharap, kedepan bisa terus membuka cabang lagi dan mengajak teman-temannya untuk menambah penghasilan.
Selain itu, pertemuan dan sharing bulanan yang dilaksanakan akan tetap berjalan lebih baik agar bisa menambah wawasan dan silaturahmi. (*)