Pengorbanan Mega Berbuah Prestasi
Baginya renang indah tak hanya sekedar olahraga yang dipertandingkan, melainkan juga sebuah pertunjukan.
Penulis: Gaya Lufityanti | Editor: Ikrob Didik Irawan
Laporan Reporter Tribun Jogja, Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kecintaan Claudia Megawati Suyanto pada olahraga berenang rupanya sudah muncul sejak masa kanak-kanak.
Semasa TK, ia dan kakaknya mulai kursus berenang.
Keseriusannya untuk menekuni olahraga renang diwujudkan melalui keikutsertaannya dalam klub renang lintasan sejak umur 4 tahun.
Mega, begitu perempuan ini akrab disapa, sempat berhenti dari dunia renang. Hingga pada kelas 1 SMP, perempuan asli Yogyakarta ini menekuni renang indah.
"Bosan dengan renang lintasan, kemudian papa menyarankan ikut renang indah. Renang indah itukan perpaduan antara renang, menari dan gymnastic, dan kebetulan saya senang gerak tubuh, tampil dan berdandan sejak kecil," ujar Mega pada Kamis (6/10/2016).
Baginya renang indah tak hanya sekedar olahraga yang dipertandingkan, melainkan juga sebuah pertunjukan.
Karena cabang olahraga ini menuntut gerakan dan ekspresi wajah yang disesuaikan dengan musik.
Dari sisi penampilan, atlet juga harus berdandan cantik lengkap dengan kostum berkilau, riasan hingga penataan rambut yang cantik.
"Mungkin kalau orang lihat seperti mudah, padahal latihannya lebih kompleks dibanding renang biasa. Kalau mau bertanding, kami bisa berdandan berjam-jam seperti halnya ingin menghibur orang," papar perempuan berambut panjang ini.
Keputusannya menjadi atlet pun semakin bulat sejak tahun 2005 dan mengikuti pertandingan setiap tahunnya.
Sebelum berpartisipasi dalam pertandingan, Mega dan timnya biasa menempuh karantina selama enam bulan.
Tidak sia-sia, karena di setiap pertandingan, ia dan tim selalu menorehkan prestasi.
Keseharian Mega memang banyak dihabiskan untuk berlatih selama 11 tahun ini. Jika mendekati pertandingan, setidaknya tiga kali dalam sehari ia bersentuhan dengan kolam renang.
Pendidikan dan waktu bermain dengan teman-teman sekolah menjadi tantangan tersendiri baginya.
Menjadi atlet berprestasi, membuat Mega banyak dibantu pada bidang pendidikan. Saat SMA misalnya, Mega beserta atlet lain 'dititipkan' untuk belajar di SMA dekat mess atlet.
Nantinya, SMA tersebut akan mengirimkan laporan nilai ke SMA sesuai domisili agar atlet tetap bisa mengikuti ujian.
Saat kuliah pun, Mega masih mendapatkan dispensasi dari universitasnya.
"Risiko pendidikan pasti keteteran, tapi jangan sampai ketinggalan, mending maju sedikit-sedikit dibandingkan mundur. Sempat juga merasa kehilangan waktu main sama teman-teman karena masa-masa itu cum sekali seumur hidup. Tapi kemudian saya berpikir, daripada kecewa, tidak apa-apa lah waktu main-main berkurang tapi saya punya prestasi yang orang bisa lihat," ungkap alumnus FIK UNY ini.
Untungnya, keputusannya ini didukung penuh oleh keluarganya. Sang ibu misalnya, berperan dalam menyiapkan kebutuhan Mega sehari-hari.
Sementara ayahnya yang merupakan pelatih balap sepeda, mengajarkan disiplin serta strategi agar Mega selalu tampil lebih baik.
Peran kedua orangtua, terutama sang ayah yang kini sedang sakit, menjadi dorongan Mega untuk memberikan hadiah berupa prestasi terbaiknya.
"Papa kan lagi sakit stroke, pernah dalam mimpi sebelum pertandingan, rasanya papa nyemangatin dan meluk. Sejak saat itu, saya ingin buktikan ke orangtua bahwa aku punya prestasi untuk mereka banggakan," ucapnya berkaca-kaca.
Dorongan yang begitu besar, mengantarkan Mega menyapu bersih tiga kategori cabang olahraga renang indah pada PON Jawa Barat 2016 lalu.
Terlebih, dengan umurnya saat ini, PON 2016 merupakan PON terakhirnya.
"PON ini jadi event PON terakhir, karena umurku sudah 23 tahun, tidak bisa ikut dalam PON 2020 mendatang. Karenanya ini adalah 'gong' jadi memang sudah bertekad untuk sapu bersih emas PON," tegasnya. (tribunjogja.com)
