Saat Monjali Berselimut Merah-Putih Raksasa
Dimensinya adalah 26x15 meter dengan bobot hingga 20 kilogram. Sedemikian besarnya, Monjali tampak sedang dipeluk oleh Sang Dwiwarna Agung tersebut.
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Ikrob Didik Irawan
Laporan Reporter Tribun Jogja, Singgih Wahyu Nugraha
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Kerucut besar Monumen Yogya Kembali (Monjali) yang biasanya berwajah kusam kecoklatan, Rabu (29/6) itu terlihat sedikit berbeda.
Permukaan temboknya terlihat lebih bersih dan bendera dua warna berukuran cukup besar tampak melekat padanya.
Itulah Sang Dwiwarna yang tengah bergelanyut manja di punggung kokoh kerucut Monjali. Panji utama identitas Republik Indonesia tersebut tak sekadar ukuran umumnya melainkan dalam keluasan bidang cukup besar.
Dimensinya adalah 26x15 meter dengan bobot hingga 20 kilogram. Sedemikian besarnya, Monjali tampak sedang dipeluk oleh Sang Dwiwarna Agung tersebut.
Ini adalah ulah dari sekelompok anak muda yang tergabung dalam organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) UPN Veteran Yogyakarta.
Para pemuda yang memiliki semangat juang tinggi itulah yang mengerek dan mengibarkan bendera raksasa tersebut di punggung Monjali.
Aksi ini dilakukan untuk memeringati peristiwa Yogya Kembali, yang terjadi tepat pada tanggal itu, 67 tahun silam.
Dengan menggunakan alat-alat pemanjatan sesuai standar, beberapa orang tim Mapala UPN Veteran Yogyakarta memanjat kerucut berketinggian 31,8 meter tersebut.
Sebelumnya, mereka terlebih dulu membersihkan permukaan dingin Monjali dari lumut dan kotoran lain yang membuatnya terlihat kusam.
Dedi Irawan, seorang anggota tim Mapala UPN Veteran Yogyakarta menyebutkan, tidak ada kendala teknis yang dihadapinya saat membersihkan dinding dan mengibarkan bendera raksasa di Monjali.
Tantangan terberat justru karena beratnya bendera yang berbobor puluhan kilogram tersebut serta medan pemanjatan yang dinding miring kerucut monumen tersebut.
"Tidak mudah membentangkan bendera besar di dinding kerucut. Ini berbeda dengan pemanjatan pada dinding datar besar (big wall)," kata Dedi.
Angin
Tiupang angin yang relatif kencang di areal tersebut juga menjadi kendala tersendiri bagi tim. Namun, hal ini bisa diatasi dengan teknik panjat tertentu serta ikat tali yang tepat.
Untuk mengibarkan bendera raksasa secara kokoh, Dedi menyebut pihaknya menggunakan 4 roll tali carmantel. Tiap roll panjangnya mencapai 50 meter sehingga total ada 200 meter panjang tali digunakan untuk aksi tersebut.
Dedi menyebut, aksi ini menjadi bentuk pernghargaan khsusus terhadap upaya penuh perjuangan para pahlawan yang berkontribusi dalam merebut kembali Yogyakarta dari tangan penjajah.
Diharapkan, nilai-nilai kejuangan itu ke depan dipegang teguh oleh para pemuda sebagai generasi penerus.
Kepala Bagian Umum Museum Monjali, Yudi Pranowo, menyabut baik aksi nasionalisme yang baru pertamakali dilakukan di Monjali.
Pasalnya, aksi itu datang dari inisiatif dari para mahasiswa tersebut yang mewakili generasi muda.
"Kami bangga, masih ada kepedulian anak muda terhadap sejarah bangsanya. Ini perlu diapresiasi," kata dia.
Yogya Kembali menjadi peristiwa penting yang menandai kembalinya Yogyakarta ke dalam pelukan Indonesia, sebuah negara republik yang baru beberapa tahun memproklamirkan kemerdekaannya dan masih diguncang berbagai prahara.
Sebelum peristiwa itu, bumi Mataram berada dalam cengkeraman penjajah belanda.
Dua Tokoh
Peristiwa ini juga menjadi saksi bertemu kembalinya dua tokoh penting dalam sejarah perang revolusi kemerdekaan Indonesia dengan menjejakkan kakinya di Yogyakarta.
Mereka adalah Presiden pertama Republik Indonesia sekaligus pemimpin besar revolusi, Soekarno serta pemimpin utama perang gerilya para tentara Indonesia, Panglima Besar Jenderal Sudirman.
"Saat itu, Soekarno baru kembali dari pengasingannya sementara Sudirman baru kembali dari bergerilya di hutan-hutan dan pedalaman. Beliau baru mau muncul kembali ke Yogyakarta setelah dipanggil Soekarno," jelas Yudi.
Peristiwa bertemunya kedua orang penting itu diabadikan dalam diorama di dalam Monjali. Di sana, Sokarno dan Sudirman saling berpelukan hangat, menuntaskan segala kegundahan setelah lama tak bertemu akibat kesibukan memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan negara ini. (Singgih wahyu nugraha)