Pengamanan Perlintasan KA Tanpa Palang Minim Fasilitas

Dengan tidak adanya sinyal dan alat komunikasi, petugas hanya mengandalkan pengamatan visual dan perkiraan waktu lewatnya kereta api.

Penulis: ang | Editor: oda
tribunjogja/anas apriyadi
Sukirman menjaga perlintasan tanpa palang pintu saat ada kereta lewat. (ilustrasi) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Angga Purnama

TRIBUNJOGJA.COM, KLATEN – Sejumlah perlintasan kereta api tanpa palang menjadi titik rawan kecelakaan, terutama saat memasuki masa mudik lebaran 2016.

Pasalnya perlintasan tanpa palang tersebut seringkali dijadikan jalur alternatif untuk menghindari kemacetan.

Bahkan meski selalu mendapatkan penjagaan saat musim mudik, namun perlintasan kereta api tak berpalang itu minim perlengkapan yang menunjang pengamanan.

Di antaranya tidak adanya sinyal tanda kereta akan lewat dan alat komunikasi yang digunakan petugas untuk mengetahui kedatangan kereta.

Seperti kondisi di perlintasan tanpa palang di Desa Pokak, Ceper. Dengan tidak adanya sinyal dan alat komunikasi, petugas hanya mengandalkan pengamatan visual dan perkiraan waktu lewatnya kereta api.

“Kuncinya selalu mengamati. Jika dari jauh sudah terlihat kereta api akan lewat, kami tutup jalan sampai kereta selesai lewat,” ungkap Slamet (50) penjaga perlintasan tanpa palang di Pokak saat ditemui Minggu (19/6/2016).

Menurutnya untuk lebih mengamankan perlintasan, ia bersama petugas penjaga perlintasan lainnya yang ditunjuk oleh pemerintah desa setempat, membuat palang sederhana dari batang bambu. Setiap kereta lewat, maka palang tersebut akan ditutup secara manual.

“Sebenarnya ada palang otomatis yang disediakan KAI, tapi sudah lama tidak berfungsi. Padahal perlintasan ini rawan terjadi kecelakaan,” katanya.

Karena kondisi tersebut, desa menunjuk petugas yang menjadi penjaga perlintasan. Tugas penjagaan perlintasan tersebut dibagi menjadi tiga shift pagi hingga malam dengan dua petugas setiap shift-nya.

“Selama bertugas ya bekalnya perkiraan saja kapan kereta akan lewat. Biasanya kalau musim mudik, kami diberikan jadwal karena banyak kereta tambahan,” kata pria yang sudah bertugas menjaga perlintasan selama empat tahun itu.

Selain tidak adanya peralatan sinyal dan fasilitas komunikasi, kondisi perlintasan di desa tersebut kian rawan lantaran tidak semua masinis membunyikan klakson kereta api untuk memberi tanda akan melintas.

Ditambah lagi, kondisi jalanan kian ramai di jam tertentu karena adanya pabrik di dekat perlintasan. (tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved