Akrab dengan Aneka Jam Sejak Kecil, Doni Teruskan Usaha Reparasi dan Jual Beli Jam Antik di Yogya
Sesekali dia memicingkan matanya ketika berada di bagian terkecil jam yang ia perbaiki.
Penulis: Santo Ari | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Santo Ari
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ada sesuatu yang membuat penasaran saat pengendara melewati Jalan Glagahsari.
Sebuah kios memajang puluhan jam-jam antik berbagai ukuran. Baik jam yang ditempel di dinding dan jam yang berdiri sendiri atau dinamakan standard clock menghiasi kios milik Doni Priyono (33).
Saat wartawan Tribun Jogja datang, Doni, sapaan akrabnya terlihat sibuk mengutak-atik sparepart jam yang terlihat begitu rumit.
Sesekali dia memicingkan matanya ketika berada di bagian terkecil jam yang ia perbaiki.
Di saat yang bersamaan atmosfir terlihat berbeda ketika salah satu jam yang tertempel di dinding berdentang.
Suara bel yang hanya terdapat di jam tua yang kebanyakan memiliki bandul.
Suara itu tampak nyaring terdengar walaupun suara kendaraan berlalulalang di depan tokonya.
Kios itu tak ada nama unik khusus, kios itu tempat mereparasi dan jual beli jam milik Pak Sardjiman (63) ayah dari Doni.
Kini, karena ayahnya tak lagi dalam kondisi prima, Doni lah yang harus meneruskan usaha ini.
Doni bercerita, sejak kecil ia dihadapkan dengan jam oleh ayahnya. Ayahnya yang berprofesi sebagai reparasi jam sering membawa jam-jam ke rumah untuk di perbaiki.
Usaha itu digeluti oleh Sardjiman sehak tahun 70-an. Semula dia bekerja di sebuah toko jam ternama, hingga tahun 2008, Sardjiman memutuskan untuk membuka usaha sendiri di Jalan Glagahsari nomor 13, Umbulharjo, Yogykarta.
"Sejak saya masih kecil, tiap hari dihadepin jam. Hingga tahun 2008 saat bapak saya buka usaha ini, saya mulai belajar dan benar-benar ikut terjun menggeluti usaha ini bersama bapak saya," terangnya, Jumat (3/6/2016).
Berbagai jam antik ia kerjakan, dari tahun pembuatan sebelum 1900-an hingga era 1980-an.
Taruhlah merek jam terkenal asal Jerman, misalnya Junghans, Mauthe, Gustav Becker hingga mereka jam dari jepang Seiko, Seikosha, dan Lorus pernah ia perbaiki dan perjualbelikan.
Membahas tentang jam lawas, Doni hapal di luar kepala. Ia menjelaskan karakter jam produksi sebelum 1900-an didominasi dengan jam yang memiliki pemberat untuk beroperasi.
Jam itu disebut jam regulator di kalangan penghobi. Perkembangan jam berkembang tahun 1900-an dengan ciri-ciri yang bisa terlihat secara kasat mata. tahun 1900-an awal jam kebanyakan terbuat dari porselen dan belum ada bel.
Lambat laun jam berkembang memiliki bel untuk penanda waktunya. Ciri-ciri lain berada di font angka. Pada tahun 1970 font mulai berkembang sedikit modern dengan teknik tempel, sedangkan di tahun sebelumnya font romawi masih merajai.
Di tahun 1970-an tampilan jam elegan dengan chrom, sedangkan tahun-tahun sebelumnya masih menggunakan kuningan.
Kendati berbeda karakter, tapi bicara soal teknis, jam-jam tersebut masih beroperasi dengan sistem mekanik tanpa baterai.
Sebuah jaringan rumit menggerakkan jam itu. Komponen utamanya adalah per, yang berfunsi untuk tenaga penggerak, Roda mekanik untuk mengatur jarum jam dan bel, dan terakhir bandul untuk mengatur waktu ketukan jam.
"Kesulitannya, kalau ada bagian yang patah. Mau tidak mau harus mengganti. Karena sudah tidak ada yang memproduksi, caranya harus kanibal dengan jam lainnya," urai suami dari Yustina Ruri dan ayah dari Theodora Naraku ini.
Kini sudah seratusan jam yang ia miliki, baik yang kecil atau besar, jam dinding ataupun jam saku, semunya tersimpan di kios ataupun di rumah yang tak jauh dari sana.
Di tangannya, jam-jam yang memiliki nilai historis dapat berfungsi seperti sedia kala. Harga yang ia tawarkan untuk sebuah jam yang berfungsi normal bervariasi.
Standard Clock atau jam yang bisa berdiri sendiri berbentuk seperti lemari pernah ia hargai dari Rp 10 juta hingga Rp 20 juta.
Sementara untuk jam dinding kisaran harganya dari Rp 5 juta hingga Rp 10 juta.
Pelanggannya masih seputaran pulau Jawa dan sumatra saja.
Hal itu lantaran pengiriman terlalu jauh dapat mempengaruhi kinerja jam tersebut. Ada bagian yang rentan dan dapat rusak karena getaran.
"Harga untuk barang antik itu relatif. Semakin lama tahun produksinya, semakin utuh bagian-bagiannya, maka harganya juga tinggi," paparnya. (*)