Gerakan Saemaul Undong dari Korea Jadi Contoh Strategi Pembangunan Pedesaan di DIY

Pusat Studi Tri Sakti dan Saemaul Undong Fakultas Filsafat UGM yang bekerja sama dengan berbagai pihak untuk secara khusus mengkaji gerakan ini.

Penulis: gil | Editor: oda
tribunjogja/ikrargilangrabbani
Perwakilan dari Saemaul Globalization Foundation berfoto bersama dengan Pusat Studi Tri Sakti dan Saemaul Undong (PSTS) Fakultas Filsafat UGMPerwakilan dari Saemaul Globalization Foundation berfoto bersama dengan Pusat Studi Tri Sakti dan Saemaul Undong (PSTS) Fakultas Filsafat UGM. 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Gerakan Saemaul Undong yang digagas pemerintah Korea pada tahun 1970 menjadi pilar bagi pertumbuhan Korea dari Negara miskin menuju negara dengan perekonomian terbesar dunia, dan telah diakui sebagai sebuah program pembangunan nasional yang paling berhasil.

Hal tersebut mendorong Pusat Studi Tri Sakti dan Saemaul Undong (PSTS) Fakultas Filsafat UGM yang bekerja sama dengan berbagai pihak untuk secara khusus mengkaji gerakan ini, agar dapat diimplementasikan secara luas dalam semangat membangun Indonesia dari pedesaan.

“Kerjasama ini diharapkan dapat membawa keuntungan yang besar bagi penguatan masyarakat pedesaan, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, dan budaya dari masyarakat,” ujar Kepala PSTS sekaligus Dekan Fakultas Filsafat, Dr. Mukhtasar Syamsuddin.

Hal tersebut disampaikan dalam seminar internasional bertajuk Community Empowerment and Cultural Preservation through Saemaul Undong Implementation, pada Selasa (3/5/2016) di Auditorium Sekolah Pascasarjana.

Kondisi warga Korea pada tahun 1960-an yang sebagian besar miskin dengan kesenjangan yang lebar antara wilayah pedesaan dan perkotaan membuat pemerintah Korea menggagas gerakan Saemaul Undong.

Gerakan yang mendorong semangat pembangunan warga Korea dengan penekanan pada ketekunan, swadaya, dan kerjasama.

Keberhasilan gerakan ini dapat dilihat dengan peningkatan rata-rata pendapatan rumah tangga dalam kurun waktu 10 tahun.

Keberhasilan ini menjadikan Korea sebagai pionir gerakan pembangunan melalui pemberdayaan desa, suatu gerakan yang kemudian berusaha diimitasi oleh berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.

Persamaan latar belakang sejarah antara Indonesia dan Korea Selatan memberikan harapan bahwa program serupa yang dapat pula diimplementasikan di Indonesia.

“Persamaan antara Korea Selatan dan Indonesia adalah bahwa kedua negara mewarisi sektor pedesaan berorientasi ekspor yang berlebihan pada masa pemerintahan kolonial. Namun, di Indonesia pembangunan pedesaannya tampak belum tuntas seperti apa yang dilakukan di Korea Selatan,” papar Nur Aini Setiawati, Ph.D, salah satu pembicara dari Departemen Sejarah UGM.

Di DIY, implementasi awal gerakan Saemaul Undong telah dilaksanakan di tiga desa di Kabupaten Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Bantul melalui kerja sama antara Provinsi DIY dengan Provinsi Gyeongsangbuk-do, Korea Selatan pada tahun 2008 silam.

Hingga saat ini, program tersebut telah membawa keberhasilan dalam perbaikan infrastruktur desa, peningkatan pendapatan penduduk, penyediaan air bersih, dan peningkatan etos kerja warga desa.

Dalam penyelenggaraan seminarnya yang kedua, PSTS menghadirkan akademisi dari Korea, UGM, serta beberapa universitas lain yang mengkaji perkembangan pedesaan di berbagai wilayah, terkait implementasi strategi pembangunan yang terinspirasi dari gerakan Saemaul Undong.

Masing-masing pembicara menyampaikan temuan dari penelitian yang telah mereka lakukan, termasuk berbagai tantangan khusus yang dihadapi dalam masyarakat dengan latar belakang yang berbeda-beda.

“Harapannya dapat dilakukan pengembangan masyarakat yang berkesinambungan berdasarkan kajian dari PSTS ini, dan gerakan Saemaul Undong dapat diterapkan untuk membangun Indonesia melalui desa” ujar perwakilan dari Saemaul Globalizaion Foundation, Hong Seunghoon. (tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved