Bermodal Detergen Racikan Sendiri, Santri di Ponpes Ini Pantang Meminta-minta
Dibanding dua gelas lain berisi detergen merek ternama, ternyata proses pembersihan noda pada gelas detergen racikan para santri lebih efektif.
Penulis: Yoseph Hary W | Editor: Ikrob Didik Irawan
Laporan Reporter Tribun Jogja, Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM,KULONPROGO - Tidak hanya berdoa dan belajar ilmu agama, para santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Budi Mulyo, Kaliagung Kecamatan Sentolo Kulonprogo, ternyata mampu produktif.
Di sela-sela kegiatan rutin ponpes pada umumnya, di pondok pesantren tersebut para santri meracik bahan sabun untuk membuat detergen bubuk dan cair.
Tidak tanggung-tanggung, hasilnya tak hanya untuk bisa mencukupi kebutuhan para santri tetapi juga diminati banyak konsumen di luar Ponpes Budi Mulyo.
Sudah dua tahun melakoni usaha produksi detergen di bawah bimbingan ustaz Mara Rusli, para santri terlatih dan memiliki jiwa kemandirian.
Salah satu santri Ponpes Budi Mulyo, Ahmad Thoriq (24), bahkan menyebut kegiatan produktif meracik detergen itu sebagai salah satu cara belajar mandiri, selain keterampilan mengaji setiap harinya.
Thoriq juga menyebutnya sebagai cara mencintai produk lokal.
"Dulu harus beli produk luar, sekarang pakai buatan sendiri," kata santri yang sudah lima tahun di Ponpes Budi Mulyo itu, Kamis (31/3/2016).
Menyambangi Ponpes Budi Mulyo pada satu siang di akhir Maret lalu cukup lah sebagai bukti betapa para santri di ponpes tersebut benar-benar mandiri.
Di sudut beranda bangunan ponpes yang sederhana dan di sela keseharian para santri yang sibuk belajar dan mengaji, terlihat sejumlah santri sibuk meracik bahan sabun menjadi detergen.
Mulai dari menakar bahan, mencampurinya dengan air, menambah pengharum, mengaduk dan mencampurnya hingga rata, para santri pula yang melakukan pengemasan.
Dengan kemasan berlabel merk yang ditentukan berbeda dari merek sabun detergen kenamaan, sebelum dipasarkan hasil produksi tersebut juga ditimbang menggunakan alat khusus.
"Sekarang selain belajar agama, santri juga terampil mencari nafkah. Manfaatnya luar biasa," lanjut Thoriq.
Tanpa Meminta-minta
Semangat kemandirian benar-benar ada di dalam keseharian para santri tersebut.
Namun satu hal penting yang sejak awal ditanamkan pengelola ponpes melalui kegiatan produktif itu, tak lain adalah membiasakan diri mencukupi kebutuhan harian tanpa harus meminta-minta.
Mara Rusli mengatakan para santri di Ponpes Budi Mulyo memiliki latarbelakang anak tidak mampu.
Sejak berdiri pada 2007, Cak Mara, demikian panggilan akrabnya, memang berusaha menampung anak-anak putus sekolah karena kelurganya tidak mampu membiayai melanjutkan sekolah.
Kini setidaknya ada 60 santri di Ponpes tersebut. Mereka adalah anak tidak mampu dan putus sekolah, dari Kulonprogo dan berbagai daerah, yang kini bahkan di antaranya bisa sampai jenjang kuliah.
Cak Mara melalui ponpesnya itu berusaha membiayai anak-anak tersebut. Menurutnya, para santri hidup di ponpes itu secara gratis, baik untuk biaya sekolah maupun kebutuhan hariannya.
Lantas dari mana sumber pembiayaannya, Cak Mara mengatakan sama sekali tidak ingin menanamkan kebiasaan meminta-minta kepada para santrinya.
Sebab itu, selama ini dia juga tidak mengajarkan para santri untuk berkeliling meminta infak atau proposal demi mencukupi kebutuhan harian di ponpes tersebut.
Mara Rusli menyatakan tidak akan memberikan contoh buruk kepada para santrinya. Dengan semangat dan prinsip tersebut, konsekuensinya pun jelas tidak mudah.
Sebagai salah satu solusi, sejak awal Cak Mara berdagang aneka makanan ringan seperti keripik dan sebagainya.
Dua tahun terakhir, produksi atau peracikan detergen bubuk dan cair pun berjalan dan cukup produktif. Menurutnya, bahan racikan detergen itu dibeli secara rutin dari seorang produsen bahan sabun.
Kini, hasil per bulan dari racikan para santri itu mencapai tiga ton detergen siap jual dan dimanfaatkan sendiri.
"Kami tidak mengandalkan donatur. Kami rasa belum pernah mengedarkan proposal karena perilaku buruk semacam itu akan ditiru anak-anak dan para santri. Kalau saya minta-minta, mereka juga akan minta-minta," kata Cak Mara.
Mengandalkan hasil produksi detergen itu pun kebutuhan para santri di ponpes sudah tercukupi. Selama ini, selain dipakai sendiri, detergen hasil racikan tersebut juga dipasarkan ke lingkungan sekitar ponpes.
Cak Mara menyebut konsumen yang kerap menjadi langganan adalah jamaah pengajian, beberapa pondok pesantren, dan sejumlah panti asuhan.
Selain itu, menurutnya, ibu-ibu PKK UGM dan Rotary Club Jogja bahkan juga memesan secara rutin.
"Alhamdulillah menjadi berkah untuk para santri. Banyak pesantren lain mau meniru kami dan itu direspon Kemenag melalui pelatihan untuk 33 ponpes di DIY di 2015 lalu," lanjutnya.
Kunjungan ke Ponpes Budi Mulyo pada Kamis siang itu menjadi lengkap dengan demo uji laboratorium terhadap detergen hasil racikan para santri.
Menggunakan gelas berisi air dan dituang detergen ala ponpes itu, pendamping ponpes mencobanya untuk membersihkan noda tinta pada kain dan kapas.
Dibanding dua gelas lain berisi detergen merek ternama, ternyata proses pembersihan noda pada gelas detergen racikan para santri lebih efektif.
Limbah atau sisa pembersihannya pun terserap sehingga warna air lebih bersih dibanding menggunakan detergen lain.
"Ini anti bau, menyerap noda, pakaian tidak luntur, dan harga jauh lebih ekonomis. Yang jelas sudah lulus uji laboratorium UGM," kata Cak Mara. (tribunjogja.com)