Eko Ompong, Musisi Jalanan dan Musiknya
Satu lagi penyanyi yang bersuara tentang kenyataan hidup kaum bawahan yang hadir saat ini, namanya Eko Ompong, ia berasal dari jalanan.
Penulis: rap | Editor: oda
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Musisi yang hebat tidak mesti datang dari sekolah musik ataupun institusi pendidikan formal lainnya.
Banyak musisi hebat yang berasal dari jalanan, menempa ilmu dan mengawali karirnya dengan menjadi seorang pengamen jalanan.
Sebut saja nama-nama seperti Iwan Fals, yang dikenal dengan lagu lagu kritik dan menyuarakan kehidupan kaum pinggiran.
Satu lagi penyanyi yang bersuara tentang kenyataan hidup kaum bawahan yang hadir saat ini, namanya Eko Ompong, ia berasal dari jalanan, dan lama menempa karir sebagai pengamen.
Bersama musisi pendukung The Rusty Grill, lagu-lagu ‘Folkabilly’ ciptaan Eko Ompong direkam, dan dirilis oleh Rockin Spades Record Yogyakarta.
Di album yang diproduseri Laine Berman & Athonk ini, Eko diiringi oleh tiga musisi muda, mereka ialah personel dari band Rockabilly Kiki & The Klan, Okky (Electric Guitar), Dhana (Slapp Bass), Wredha (Drum).
Pesta peluncurannya digelar Senin, (28/3/2016) lalu di Asmara Coffee Shop, Jl Tirtodipuran Yogyakarta. Acara tersebut juga bersamaan dengan perayaan 4th Anniversary Kiki & The Klan.
Terdapat enam lagu folk, nyanyian rakyat yang dibalut dengan permainan Rockabilly oleh The Rusty Grill. Beberapa di antaranya menggunakan bahasa Jawa.
Pada lagu ‘Arus Bawah’, Eko membingkai keadaan sosial politik dari perspektif kaum marjinal.
“Di Negara mana yang tak haus akan darah, Berlomba lomba mencari kedudukan, di adu domba ..... Revolusi atau kudeta, ” begitu teriak Eko di permulaan lagu.
Bagian reff pada lagu ini mengingatkan kita pada mars yang dinyanyikan para demonstran saat aksi massa.
Pada lagu ‘Anak Jaman’, Eko mengamati gaya anak muda yang dianggap trendi, dengan bahasa Jawa yang kental ia bersenandung, “Wes jaketan isih nganggo rompi, pating crentel bandul sarwo wesi, soko rante nganti kunci lemari, nadyan abot asal dibilang funky”.
Sebagai produser, Laine Berman, yang telah mengenal Eko sejak 1991, menurutnya, anak-anak jalanan mengajarinya bagaimana terlibat menjalani kehidupan dengan cara-cara baru yang radikal, terutama saat itu adalah 1991, dimana kekuasaan Rezim Orde Baru sedang tertanam kuat.
Di antara para pengamen jalanan tersebut, sosok Eko Ompong benar-benar menarik perhatiannya.
“Eko dan saya menjadi dekat karena, sebagai satu di antara puluhan pengamen jalanan, ia sosok yang unik,” kata perempuan asal Amerika Serikat ini.
Laine bercerita bahwa musik bertemakan protes sosial di awal 90an hanya terbatas pada pertemuan para aktivis. Sebelumnya ia tidak pernah mendengar apapun dari lagu-lagu kritik sosial yang lahir dari jalanan Malioboro.
“Lagu-lagu Eko Ompong benar-benar hidup, lucu, sedih, politik, benar-benar lokal, dan benar-benar asli,” ujarnya. (rap)