Pro Kontra Prostitusi Sarkem

Pemkot Tak Boleh Angkat Tangan Terkait Penertiban Sarkem

Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta diminta tetap melakukan razia-razia sebagaimana razia di hotel atau kos-kosan

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Muhammad Fatoni
www.hipwee.com
Jalan Pasar Kembang 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Meskipun kawasan Pasar Kembang (Sarkem) bukan merupakan lokalisasi resmi, Pemerintah Kota Yogyakarta diminta untuk tak angkat tangan dan tetap menindak dengan tegas praktik prostitusi yang ada pada jantung kota pelajar tersebut.

"Kawasan sarkem ini memang secara khusus bukan sebagai lokalisasi sebagaimana lokalisasi seperti yang ada di Dolly, namun Pemkot tak bisa angkat tangan begitu saja, karena jika dibiarkan akan membawa dampak buruk. Pemkot harusnya menindak tegas," tandas Bambang Anjar Jalumurti, Anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta, Senin (22/2/2016).

Bambang menegaskan, Pemkot Yogyakarta dalam hal ini Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta diminta tetap melakukan razia-razia sebagaimana razia di hotel atau kos-kosan, atas pelanggaran penyakit sosial masyarakat sebagai pasangan mesum.

"Meskipun terbentur regulasi, Pemkot seharusnya tetap melakukan razia seperti razia di kos-kosan atau hotel, bukan lantas dengan membiarkan begitu saja, karena pelanggaran ini sudah karena pelanggaran sebagai pasangan mesum," tegas Bambang.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD Kota Yogyakarta ini pun juga meminta Pemkot selanjutnya melakukan pembinaan kepada para PSK di kawasan Sarkem agar tak kembali lagi melakukan praktik prostitusi di kawasan tersebut.

Dari segi keamanan, kamera pengawas (CCTV) juga perlu ditambah, selain untuk memantau keamanan, juga untuk melakukan penertiban penduduk yang datang dan pergi pada kawasan tersebut.

"Banyak penghuni sarkem tersebut adalah kaum pedatang, kalau perlu diawasi satu-satu supaya tak balik lagi. PSK-PSK itu kemudian dijaring, dikumpulkan, diberikan pembinaan, pencerahan supaya mau bertobat supaya tak lagi beroperasi lagi. Yang PSK baru-baru itu dicegah masuk lagi," ujar Bambang.

Revisi Perda

Terkait Perda DIY Nomor 18 Tahun 1954 tentang Larangan Pelacuran di Tempat Umum, Bambang mendorong agar dilakukan revisi dengan memasukkan klausul-klausul baru yang sebelumnya belum terakomodasi pada Perda sebelumnya, salah satunya yang khusus mengatur prostitusi terselubung seperti pada Kawasan Sarkem.

Hal ini dilakukan agar ada aturan tegas yang dapat digunakan untuk menertibkan kawasan subur prostitusi tersebut.

"Saya setuju Perda direvisi. Agar dapat tuntas ditertibkan. Ini sebagai upaya kita untuk menjaga generasi muda, dari pergaulan bebas, penyebaran penyakit, dan menjaga citra kota pelajar dan budaya," pungkasnya.

Kepala Dinas Sosial DIY, Untung Sukaryadi menceritakan, wilayahnya dulu memiliki lokalisasi yang legal maupun tidak legal. Untuk yang legal bernama Sanggrahan yang kini telah bubar dan digunakan sebagai Terminal Giwangan. Sementara untuk yang tidak legal diakuinya masih ada.

"Tapi susahnya untuk mengetahui tempat itu sebagai tempat pelacuran atau bukan, secara legal aspek susah diketahui. DIY sudah tidak mempunyai lokalisasi yang legal," ujar Untung, sapaan akrabnya kepada Tribun Jogja, Senin (22/2/2016).

Untuk kawasan Pasar Kembang (Sarkem) sendiri jika terdapat arahan untuk menertibkan, pihaknya siap melaksanakan.

Namun dengan sebelumnya melakukan identifikasi, menengok Sarkem merupakan perkampungan yang tak hanya berisi Pekerja Seks Komersial (PSK). Melainkan bercampur baur dengan masyarakat biasa lain. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved