Adel Si Bocah Transplantasi Hati Menatap Masa Depan dengan Hati Sang Ibu
Walau sudah diperbolehkan pulang, Adel harus mengonsumsi obat tacrolimus seumur hidup untuk mencegah penolakan terhadap organ transplantasi hatinya
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM - Seorang gadis cilik keluar dari ruangan Amarta VVIP A 105. Kedua tangannya tampak digenggam seorang pria yang memapahnya berjalan menuju selasar paviliun.
Langkahnya terhenti ketika para awak media berjalan mendekatinya sambil menyapa gadis yang dibalut busana muslim berwarna kuning cerah tersebut.
"Halo Adel," ujar mereka bergantian menyapa gadis kecil tersebut.
Adel lantas meraih bahu sang ayah yang memapahnya, Cahyo Kustaman, untuk minta digendong.
Dalam pelukan sang ayah, Adel tampak sesekali tersenyum dan masih malu-malu menatap ke arah belasan kamera yang ada di hadapannya.
Kerling mata serta senyum di wajahnya itu, merupakan cerminan keceriaan seorang anak, yang berhasil sembuh dari sirosis hati yang dideritanya ketika berusia 3,5 bulan.
Adelia Dwi Cahyo (1), merupakan pasien transplantasi hati di RSUP Dr Sardjito yang menjalani operasi pada 11 November 2015 silam.
Kondisinya semakin membaik, sehingga tim dokter yang menanganinya, memperbolehkan Adel untuk pulang pada Kamis (11/2/2016).
"Kondisi Adel secara medis sudah dikatakan bagus. Hatinya sudah berfungsi normal," jelas Ketua Tim Transplantasi Hati, Prof dr M Juffrie.
Anak kedua dari pasangan Cahyo Kustaman dan Dwi Purwanti tersebut menderita sumbatan pada saluran hati.
Hal tersebut, jelas Juffrie mengakibatkan metabolismenya terganggu. Kondisi seperti itu, jika dibiarkan akan menyebabkan gagal hati yang berujung pada kematian. Maka hati tersebut harus diganti.
Tim dokter segera mencari pendonor yang sehat dan sesuai, serta yang paling dekat genetiknya. Calon yang paling mendekati kriteria tersebut adalah keluarga dekatnya.
"Pendonor adalah ibunya. Ketika diperiksa, kecocokannya besar. Ini pertama kalinya di Yogyakarta melakukan transplantasi hati donor hidup, yang mana baik anak maupun ibu, dua-duanya selamat," terang Juffrie.
Sementara itu, dr Ahmad Mahfud yang merupakan tim operasi transplantasi menjelaskan tindakan medis yang berjalan selama 16 jam tersebut.
Tiga Tim
Tim dokter terbagi menjadi tiga tim, yakni tim yang menangani Adel untuk mengeluarkan organ hatinya yang rusak, lalu tim dokter yang mengambil sepertiga organ hati sang ibu yang akan didonorkan, serta tim yang bertugas menyambung organ hati baru dengan pembuluh darah adel.
Diakui Ahmad memang tak mudah. Terlebih ukuran pembuluh yang sangat kecil serta terjadi pelengketan.
"Namun di kasus ini, transfusi darah yang dibutuhkan dalam operasi sangat minimum. Artinya tak banyak darah yang keluar. Kami juga hanya memerlukan sedikit antibiotik saja karena tidak terjadi infeksi seminggu usai operasi," urainya.
Tak pernah jauh dari sisi Adel, sang ibu yakni Dwi Purwanti nampak sumringah mendengar kabar bahagia sang buah hati diperbolehkan pulang.
Dengan mata yang berkaca-kaca menahan haru, ia membagikan suka citanya tersebut kepada awak media.
"Alhamdulillah Adel sudah sehat dan boleh pulang. Sekarang berat badan Adel juga naik. Kami sekeluarga senang," ungkapnya.
Wanita berhijab tersebut mengaku tidak mengalami keluhan atau gangguan apapun setelah tiga bulan menjalani operasi donor hati.
"Sama sekali tidak ada sakit. Ini juga saya yakin karena yang melakukan adalah para ahli," ucapnya lantas terasenyum.
Biaya operasi yang mencapai Rp 1,2 miliar tersebut sama sekali tidak dibebankan kepada keluarga Adel.
"Biaya ditanggung pihak RSUP Dr Sardjito, Kagama, serta BPJS," ujar Direktur Utama RSUP dr Sardjito, dr Mochammad Syafak Hanung SpA MPH.
Walau sudah diperbolehkan pulang, Adel harus mengonsumsi obat tacrolimus seumur hidup untuk mencegah penolakan terhadap organ transplantasi hatinya tersebut.
Ia juga diwajibkan kontrol setiap satu minggu sekali untuk dipantau tumbuh kembangnya, sistem pencernaan, IQ, serta hal penting lainnya. (tribunjogja.com)