Kejati Awasi Alkes RS Pratama

Kejati DIY juga mengawasi seluruh temuan yang terangkum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK.

Penulis: Victor Mahrizal | Editor: oda
www.kejati-diy.go.id
Gedung Kejati DIY 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Victor Mahrizal

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Kejati DIY mulai membidik proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit (RS) Pratama Yogyakarta. Korps adhiyaksa menyatakan tidak akan ragu memproses jika rumas sakit plat merah itu tidak mengindahkan temuan BPK.

“Jika selama 60 hari kedepan Pemkot tidak memindaklanjuti rekomendasi dari BPK, kami akan masuk untuk menyelidiki ada tidaknya tindak pidana dalam proyek itu,” Asisten Pidana Khusus Kejati DIY, Azwar, Minggu (24/1/2016).

Tindak lanjut atas temuan BPK, kata Azwar telah diatur dalam UU Perbendaharaan Negara Nomor 1 Tahun 2004, UU BPK, dan Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang tata cara penyelesaian penggantian kerugian negara.

Tak hanya proyek alkes RS Pratama, Kejati DIY juga mengawasi seluruh temuan yang terangkum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK. Jika lebih dari 60 hari belum ada tindak lanjut, kejaksaan akan koordinasi dengan BPK untuk melakukan penyelidikan.

Dalam APBD Kota Yogyakarta tahun 2015, BPK menemukan indikasi kerugian keuangan negara Rp 2,2 miliar. Penyebabnya ada kelebihan bayar pada sejumlah proyek milik Pemkot diantaranya pengadaan alkes RS Pratama.

Pengadaan alkes yang dilakukan dengan e-katalog atau ketentuan standar harga barang terlambat. Pihak ketiga di pengadaan ini adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkantor di Jakarta.

Disamping persoalan pengadaan alat kesehatan, BPK juga memberikan memberikan sembilan catatan belanja modal. Diantaranya, pembangunan gedung Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, BPK menemukan selisih sebesar Rp 1,2 miliar dari nilai kontrak.

Selain itu ada ketimpangan harga satuan di tambahan pembangunan talud senilai Rp5 juta. Juga keterlambatan pekerjaan gedung, dan saluran hujan. Pekerjaan sarana dan prasarana air minum dan penyehatan lingkungan paket IV tak sesuai kontrak senilai Rp 53 juta.

Kemudian Screeding di Terminal Giwangan rusak. Pengadaan peningkatan jalan tak sesuai kontrak Rp 934 juta. Perencanaan kegiatan di Terminal Giwangan tidak akurat. Dan penggunaan alat bantu pekerjaan peneraan jalan umum yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Peneliti Pukat UGM Yogyakarta, Hifdzil Alim menilai aparat hukum bisa turun tangan atas temuan BPK itu. Tapi dengan catatan menunggu pelaksanaan rekomendasi BPK. Dan jika lebih dari 60 hari tidak dilaksanakan, BPK lah yang akan melaporkan ke aparat penegak hukum.

“LHP BPK itu kan belum final. Oleh karena dicantumkan klausul 60 hari itu," katanya. (tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved