Romo Tirun Setuju 13 Maret 1755 Jadi HUT DIY
Jumenengan noto Hamengku Buwono I juga di 13 Maret. Tanggalnya sama sehingga menurutnya istimewa.
Penulis: mrf | Editor: oda
Laporan Reporter Tribun Jogja, M. Resya Firmansyah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Penghageng Tepas Dwarapura Keraton Yogyakarta, KRT Jatiningrat berpendapat, hari jadi DIY semestinya ditetapkan pada 13 Maret 1755.
Tepat pada saat Sri Sultan Hamengku Buwono I memproklamasikan Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram Ngayogyokarto Hadiningrat.
“Sejak semula 13 Maret 1755 mencuat, tanggal itu tidak ada melawan. Tanggal itu juga merepresentasikan keistimewaan,” ungkap Romo Tirun, sapaan akrabnya kepada Tribun Jogja, Selasa (29/12/2015).
Dia menambahkan, jumenengan noto Hamengku Buwono I juga di 13 Maret. Tanggalnya sama sehingga menurutnya istimewa.
Pun fenomena-fenomena istimewa lainnya, sering terjadi juga di 13 Maret. Sehingga dirinya kukuh mendukung tanggal tersebut sebagai hari jadi DIY.
Namun demikian, dirinya memberi kesempatan orang lain untuk turut mengusulkan opsi lain hari jadi DIY. Sebab dirinya ingin proses demokrasi dalam penentuan itu.
Pun Romo Tirun berharap, nantinya hari jadi DIY ditentukan berdasar hasil musyawarah banyak kepala.
“Walaupun sepertinya tanggal 13 Maret tidak ada yang melawan, tapi saya berharap orang lain turut mengusulkan. Ini untuk mendorong demokrasi di antara kita sendiri,” katanya.
Senada, Kepala Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Istijab M Danunegoro menyampaikan mendukung opsi 13 Maret 1755 sebagai hari jadi DIY dibanding 5 September 1945.
Sebab akan aneh jika hari jadi DIY di bawah jauh dari hari jadi kabupaten/kota di DIY.
"Jadi kalau ditanya umur DIY sudah 261 tahun. Kalau 5 September 1945 kan baru 71 tahun, padahal kabupaten dan kota sudah lebih tua," ujarnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY, Tavip Agus Rayanto berharap, pemilihan hari jadi harus dipertimbangkan dengan matang.
Sebab, dua tanggal yang dipilih terdapat perbedaan. Pilihan pertama mengandung semangat akan keistimewaan Yogyakarta, sedangkan pilihan kedua lebih mengandung semangat pada nasionalisme kepada negara.
“Tapi kalau memilih nomor satu (13 Maret 1755), itu akan menjadi roh mengisi keistimewaan DIY. Kemudian tidak nyambung dengan pilihan spirit hari jadinya itu,” kata Tavip. (tribunjogja.com)