Tarik Ulur SVLK, Simalakama Untuk Pengusaha

Kalangan pengusaha kerajinan dan mebel di Yogyakarta berharap pemerintah mematangkan lagi kebijakan soal Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)

Laporan Reporter Tribun Jogja, Singgih Wahyu Nugraha

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kalangan pengusaha kerajinan dan mebel di Yogyakarta berharap pemerintah mematangkan lagi kebijakan soal Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

Utamanya agar para pengusaha tidak kelimpungan ketika jika buyer dari luar negeri menginginkan dokumen legalitas material yang digunakan.

Dewan pembina Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) DIY, Yuli Sugianto mengatakan, di tingkat pusat sendiri saat ini masih terjadi tarik ulur soal penerapan SVLK untuk kegiatan ekspor.

Pemerintah sendiri sebetulnya telah memberi kemudahan bagi pengusaha dengan mengubah status mandatory (kewajiban) menjadi voluntary (sukarela).

Namun begitu, pihaknya berharap ada kecocokan perumusan antar kementerian terkait permasalah tersebut.

"Dalam pandangan kami, seharusnya ada jalan bagaimana mensiasatinya bagi industri dalam negeri. Supaya bisa dilakukan secara bertahap dan tidak memberatkan pengusaha dalam memenuhi peraturannya," kata Yuli, Selasa (8/12/2015).

Apalagi, di sisi lain menurut Yuli, Uni Eropa tetap berprinsip bahwa keabsahan atau legalitas material kerajinan dan mebel yang digunakan harus tuntas dari hulu ke hilir. Mulai dari saat kayu tersebut ditebang hingga proses pengolahan produksinya. ‎

Namun begitu, lanjutnya, Uni Eropa rencananya akan melakukan evaluasi kebijakan antara April hingga Juni 2016 meskipun masih tetap meminta adanya V-Legal.

Pihaknya menilai penerapan SVLK bagi pelaku industri di hilir itu bagaikan buah simalakama. Satu sisi, katanya, pasar berharap SVLK diterapkan mulai hulu hingga hilir.

Jika asal bahan sudah tersertifikasi sejak di sektor hulu, otomatis hilirnya juga sudah tercakup. Selain itu, penerapan SVLK kata Yuli juga dapat menangkal masuknya barang impor permebelan dan kerajinan kayu.

Pasalnya dengan aturan itu, maka barang impor dari kayu juga harus memiliki SVLK. Namun di sisi lain, industri permebelan dan kerajinan skala kecil belum mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan.

"Kalau tidak ada verifikasi di dalam negeri, lembaga verifikasi asing bisa ambil alih. Padahal, itu merugikan karena biayanya tinggi dan juga menimbulkan ketergantungan," kata dia.

Sementara itu, Ketua Umum DPD Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) DIY, Heru Prasetyo berpendapat bahwa penerapan VLK seharusnya hanya diberlakukan untuk sektor industri hulu saja. Ini supaya para pengusaha mebel dan kerajinan, khususnya segmen UKM, bisa terlindungi.

Dia berharap agar pemerintah memperbanyak kegiatan ekspo (pameran) untuk meningkatkan gairah ekonomi akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi setahun terakhir.

"Pemerintah semestinya memiliki regulasi terkait ketersediaan bahan baku, jangan banyak diekspor.Kebutuhan industri dalam negeri harus dipenuhi," kata dia. (tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved