Begini Pandangan Abu Tholut Tentang Gerakan Islam

Gerakan Islam saat ini makin marak di seluruh dunia termasuk Indonesia

Penulis: khr | Editor: Ikrob Didik Irawan
Tribun Jogja/Khaerur Reza
Acara Tribun Forum yang diadakan di Kantor Tribun Jogja jalan Sudirman Yogyakarta, Senin (7/12/2015), yang menghadirkan Abu Tholut. 

TRIBUNJOGJA.COM - Gerakan Islam saat ini makin marak di seluruh dunia termasuk Indonesia. Berbagai macam gerakan bergerak menurut patronnya masing-masing mulai dari politik, pendidikan hingga jihad.

Namun di sisi lain banyak pula pandangan miring bahwa gerakan Islam ikut bertanggung jawab dalam kejadian beberapa teror di belahan dunia seperti Perancis, Amerika dan lainnya dengan ISIS sebagai tertuduh utamanya.

Mantan napi kasus terorisme Abu Tholut mengatakan seharusnya gerakan Islam adalah gerakan yang memberikan kehidupan bukan kerusakan.

"Gerakan Islam harusnya menjadi gerakan yang menghidupkan, Alquran kan juga disebut ruh karena menghidupkan hati manusia jadi gerakan Islam harus seperti itu," ujarnya saat menjadi pembicara dalam acara Tribun Forum yang diadakan di Kantor Tribun Jogja jalan Sudirman Yogyakarta, Senin (7/12/2015).

Acara yang digelar berkat kerjasama Tribun Jogja, Social Movement Institute dan Jamaah Shalahuddin UGM kali ini mengambil tema Masa Depan Gerakan Islam.

Selain Abu Tholut hadir pula sebagai pembicara dosen Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang selama ini konsen meneliti tentang gerakan Islam secara umum yaitu Dr M Wildan.

Acara ini diikuti oleh puluhan kalangan baik aktivis maupun mahasiswa.

Kedua tokoh yang punya background berbeda yaitu praktisi dan akademisi menyampaikan pemaparan dan pengalamannya serta menjawab diksusi dengan gamblang.

Nama Abu Tholut atau Imron Baihaqi cukup dekat dengan radikalisme dan teroris.

Dia didakwa dengan tuduhan melakukan pelatihan militer di Aceh dan akhirnya divonis untuk penjara 8 tahun pada 2011 sebelum dinyatkan bebas bersyarat sejak 20 Oktober 2015.

Gerakan

Dia menceritakan sejak runtuhnya khalifah Turki Utsmaniyah pada tahun 1922, muncul banyak gerakan Islam di seluruh dunia.

Tujuan mereka kurang lebih sama walaupun dengan cara yang berbeda-beda yaitu ingin membebaskan negara Islam dari penjajahan dan kezaliman neokolonilisme. Namun banyak diantaranya setelah tujuannya berhasil justru bukan umat Islam yang naik.

"Kenapa pejuang Islam tidak maju sebagai pemimpin dalam negara yang merdeka, itu yang perlu ada instropeksi dari para gerakan Islam," ujarnya.

Menurutnya jihad itu wajib bagi umat Islam seperti salat puasa Ramadan dan ibadah lain namun harus juga mematuhi kaidah dan peraturan yang berlaku.

Bagaimana dan kapan jihad itu dilakukan juga harus tepat tidak bisa sembarangan. Lagi pula jihad juga tidak melulu masalah angkat senjata karena bisa dilakukan melalui pendidikan ekonomi hingga salat.

"Kita sudah tau bagaimana saat penjajahan para ulama kita menyerukan angkat senjata untuk mengusir penjajah," ujarnya.

Karenanya gerakan Islam harus tahu kapan dan bagaimana gerakan gerakan Islam yang ada mengaplikasikan jihadnya dengan tepat agar Islam menjadi agama yang rahmatan lilalamin.

Menurutnya gerakan Islam di seluruh dunia harus bersatu, namun diakuinya hal tersebut sulit terjadi karena untuk hal-hal kecil saja masih sering ada perbedaan

Pendapat berbeda dilontarkan dosen Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Dr M Wildan yang mengatakan akan sangat susah apabila seluruh gerakan Islam yang saat ini sudah terpecah-pecah harus bersatu.

Yang ada dan perlu dilakukan saat ini adalah saling melengkapi dan menambal antara satu gerakan dengan gerakan yang lain.

"Harus menghormati bagi-bagi tugas antara kelompok-kelompok tersebut, saling menghargai dalam internal Islam dan tidak saling mengkafirkan," tambahnya.

Menurutnya demi kemajuan gerakan Islam dan Islam pada umumnya, gerakan Islam harus dilakukan dengan mengutamakan jalur yang lebih humanis dan manusiawi.

Dia juga menyitir kalimat seorang penulis Oliver Roy dalam buku globalisasi islam bahwa radikalisme adalah fenomena global tapi dibentuk dengan konteks lokal yang khas.

Dia menambahkan ada 3 faktor yang menyebabkan radikalisasi di Indonesia yaitu hegemoni negara barat, kondisi politik lokal serta nterpretasi terbadap agama islam.

Karenanya menurutnya post Islamisme bisa menjadi suatu tawaran bagi gerakan Islam ke depan untuk mengubah wajah Islam selaras dengan proses demokrasi. (tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved