Ritual Penghormatan Arwah Leluhur Digelar Tri Dharma
Ratusan umat Tri Dharma melakukan upacara King Ho Ping untuk menghormati arwah leluhur di Kelenteng Liong Hiok Bio Kota Magelang.
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: oda
Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Ratusan umat Tri Dharma melakukan upacara King Ho Ping untuk menghormati arwah leluhur di Kelenteng Liong Hiok Bio Kota Magelang, Jumat (4/9/2015).
Mereka percaya dengan upacara ini, setiap manusia tidak lupa akan asal-usul dan juga leluhur mereka.
Aroma dupa menyeruak di kelenteng yang saat ini tengah mengalami pemugaran pasca kebakaran hebat beberapa waktu lalu.
Sejumlah umat nampak memejamkan mata sembari membacakan parita yang diiringi dengan pukulan genta dari para bhiksu.
Sejumlah sesaji terhampar di meja-meja yang berwarna merah. Ada replika rumah yang terbuat dari kertas dan bambu. Serta, beberapa buah gunungan yang berisi makanan ringan dan juga jajan pasar.
Di dekat kelenteng tersebut, juga terdapat replika kapal berwarna merah yang menjadi salah satu sarana upacara.
Uniknya dalam upacara ini, ada tiga aliran yang merayakannya seperti Tao, Konghucu, dan Buddha. Mereka merayakan upacara ini dengan cara yang berbeda sesuai dengan tata cara mereka secara bergiliran.
Sejumlah umat pun terlihat khusuk saat tiga rohaniwan Tao, Buddha, dan Konghucu mulai melakukan prosesi.
Ketua Yayasan TITD Liong Hiok Bio, Paul Candra Wesi Aji menjelaskan, ada tiga nama dalam prosesi ini. Yakni, King Ho Ping (Konghucu), Ulambana (Buddha), dan Zhongyuan (Tao).
Meski berbeda nama, acara ini diperuntukkan untuk menghormati leluhur.
"Kami menghormati leluhur di hari ketujuh setelah Imlek. Setiap tahun kami lakukan untuk memberi persembahan pada leluhur yang mendahului kami," ujarnya.
Adapun, leluhur yang didoakan bisa merupakan kakek, nenek, mertua, ayah, ibu, dan sebagainya yang sudah meninggal.
Menurut Paul ada sekitar 500an nama yang didoakan dengan ditulis dalam kertas kuning bertuliskan tulisan Tionghoa.
"Nantinya, kertas nama ini dibakar sebagai salah satu penghormatan setelah ritual," jelasnya.
Makna Filosofis
Adapun, Rohaniwan Konghucu, Bunsu Aji Chandra menjelaskan, beberapa persembahan yang diberikan umat berupa buah-buahan, jajan pasar, dan daging yang memiliki makna tersendiri.
Menurutnya, tiga jenis Sam sing atau daging ini punya lambang dan makna tersendiri.
"Seperti ada ayam ingkung yang artinya manusia harus meneledani ayam yang selalu mengingatkan untuk rajin bangun pagi. Kemudian, daging babi banyak digunakan untuk celengan untuk menabung, dan berhemat,” katanya
“Sementara, ikan bandeng hewan yang tidak habis ada sisanya. Artinya, juga harus selalu menyisakan. Jadi tidak boleh ada bandeng presto dalam ritual ini," paparnya.
Adapun sesaji lain adalah jeruk, jajan pasar, dan pisang raja. Untuk Jeruk, kata dia, mengandung arti rejeki yang banyak.
Sebab, jeruk banyak mengandung biji. Sementara, pisang raja menyimbolkan pahala yang besar dan setiap saat mudah didapatkan.
“Kami juga tidak boleh menggunakan buah berduri, seperti durian karena bisa melukai dan tidak elok dipergunakan untuk sembahyang,” jelasnya.
Untuk jajan pasar juga mengandung beberapa arti, yakni, gunungan wajik merupakan simbol persaudaraan erat dan sejati.
Dimana, wajik merupakan makanan yang lengket dan terbuat dari ketan yang merekat. Di setiap sesaji juga ada manisan agar hidup menjadi manis dan lepas dari kepahitan. Serta, tebu yang mencerminkan rejeki yang terus menerus.
"Tujuan dari prosesi ini adalah menghormat leluhur, berbakti, agar kita tidak lupa akan asal usul kita,” ucapnya.
Chen Li Wei, Rohaniwan Tao menjelaskan, upacara ini merupakan penghormatan pada arwah-arwah leluhur dan doa agar ada ketengan bagi para arwah.
Di ajaran Tao disebutkan pada prosesi ini para malaikat turun untuk mengampuni dosa-dosa para arwah.
“Kami juga menjamu para arwah ini dengan sesaji. Mereka adalah leluhur yang kami hormati,” ungkap rohaniwan dari Kelenteng Tek Hay Kiong Tegal ini. (tribunjogja.com)
Makan siang di kantor? Delivery makanan area Jogja aja, klik makandiantar.com
