Pendapat NU Soal JKN yang Dikelola BPJS Kesehatan
Artinya tak semuanya orang islam sehingga BPJS tak hanya Islam, semua saling membantu jika yang lain ada yang sakit.
TRIBUNJOGJA.COM - Pro kontra jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan masih jadi polemik di kalangan tertentu, sebagian sependapat haram, sebagaian lain menyatakan halal.
Bagaimana pendapat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) program JKN yang disebut akan jadi bahasan dalam Muktamar Ke-33 NU.
Dikutip dari NUonline, sidang bahtsul masail pra muktamar NU soal BPJS Kesehatan menyatakan meski secara teknis belum sempurna, prinsip kerja program sudah islami dan tak ada masalah dengan fiqih.
Pemimpin Sidang Bahtsul Masail Pra Muktamar NU soal BPJS Kesehatan KH Syafrudin Syarif mengatakan, Indonesia adalah bangsa yang mejemuk.
Artinya tak semuanya orang islam sehingga BPJS tak hanya Islam, semua saling membantu jika yang lain ada yang sakit.
"Jadi ketika orang Islam sakit, non-muslim bisa membantu orang Islam (dan sebaliknya),"kata Syafrudin Syarif.
Pada intinya, prinsip kerja at-ta’min at-ta’awuni (jaminan bersifat saling bantu) tidak mempermasalahkan agama, keyakinan, atau suku.
“Ketika ada orang kecelakaan lalu lintas di tengah-tengah kita, apakah kita tanya dulu, ini orang Islam atau bukan? Nanti kalau non-muslim tidak kita tolong? Tidak begitu ajaran Nabi Muhammad SAW. Siapapun manusia yang membutuhkkan pertolongan, kita tolong,” kata Kiai Syafrudin.
BPJS pada dasarnya baik, ada keinginan pemerintah menolong masyarakat, sebagian warga yang tidak mampu ditanggung pemerintah.
Sementara yang mampu, membayar iuran untuk tetangganya yang tidak mampu. Saling tolong-menolong ini, menurutnya, sangat baik.
Program ini mengarahkan masyarakat untuk menolong orang lain bukan kemudian dianggap sebagai judi (maisir atau qimar) yang mengandung untung-rugi.
Cara pandanganya sebaiknya bukan gurmun (untung-rugi), tetapi yang ada adalah menolong orang lain atau ditolong orang lain.
“Apa jadinya kalau nanti sistemnya terbagi dua dengan adanya BPJS Syariah yang mana tolong-menolong semakin terbatas oleh agama. Ini akan menambah beban pemerintah. Yang ada saja diperbaiki, silakan. Namanya tidak perlu BPJS Syariah,” tandas Kiai Syafrudin. (*)