Pengamen Calung Diusulkan Jadi Produk Pariwisata

pengamen itu sudah melakukan pengemisan berkelompok.

Penulis: tea | Editor: Hendy Kurniawan
Tribun Jogja/Muchamad Fatoni
MENGHIBUR - kelompok musisi jalanan, Motekar menghibur pengguna jalan, menggunakan angklung di perempatan Gramedia, Jalan Jenderal Sudirman, Yogyakarta, Selasa (20/5/2014) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pengamen jalanan musik calung yang kerap ditemui di perempatan lampu merah mulai menjadi problem di Kota Yogyakarta. Pasalnya, pengamen itu sudah melakukan pengemisan berkelompok.

Bahkan pihak UPT Panti Karya kesulitan dalam menertibkan pengamen dengan alat musik calung tersebut. Bahkan jumlahnya semakin bertebaran di sejumlah titik di Kota Yogya.

"Calung perlu ditertibkan karena bukan lagi sekedar mengamen namun mulai melakukan tindak pengemisan," ujar Waryono, Kepala UPT Panti Karya, Selasa (13/1/2015).

Menurut Waryono, jika pengamen hanya bernyanyi sembari cukup menyediakan kotak atau wadah untuk tempat uang pengendara yang mendengar, supaya pengendara meletakkan sendiri uang mereka itu tidak masalah. Tapi kalau sudah membawa kotak sambil berkeliling, jadinya pengemisan.

"Saya juga menyayangkan mereka banyak yang berasal dari luar kota dan berkelompok," ujarnya.

Pengamen calung itu telah melakukan pelanggaran Peraturan Daerah No.1/2014 mengenai pengemisan berkelompok.

Sementara itu, Kepala Bidang Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Yogyakarta, Okto Noor Arafat menyatakan hal senada. Maka, pihaknya melakukan sejumlah langkah untuk pendampingan anak jalanan, gelandangan, pengemis.

"Untuk calung, kami mendapat informasi dari dinas sosial DIY agar mereka bisa dibina untuk didukung sebagai salah satu produk pariwisata di Yogya, namun masih perlu dibahas lebih lanjut," ungkap Okto, di ruang kerjanya.

Ketika menjaring anjal maupun gepeng, Dinsosnakertrans melakukan assessment terlebih dahulu. Dilakukan identifikasi atas asal keluarga maupun kebutuhan.

Solusi yang diambil adalah yang sesuai dengan kebutuhan mereka, baik reunifikasi dengan keluarga maupun pendampingan bekerjasama dengan Dinas Sosial DIY, Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, atau sejumlah rumah singgah.

Setiap satu kali tindak operasi, Dinas dapat menjaring 25 gelandangan. Salah satu bentuk pembinaan, berupa pembinaan mental bersama Polri, Tagana, TNI.

"Mereka membutuhkan pembinaan mental, maka kita juga bekerja sama dengan mereka. Untuk yang berasal dari luar DIY, kami usahakan untuk dikembalikan ke daerah asal," tuturnya.

Selain pembinaan mental, pihaknya, pada 2014 lalu juga memiliki anggaran bansos sebesar Rp40 Juta, pembinaan Rp30,6 Juta dan penjangkauan Rp25 Juta. Yang pada 2015, jumlah besaran bansos masih berjumlah sama. Untuk anggaran lainnya, dirinya belum dapat memberikan informasi lebih lanjut.

Di samping itu, ada sebuah program baru, yakni pemberian bantuan modal bagi keluarga rentan anak jalanan di kota, sebanyak Rp20 Juta untuk 20 keluarga.

"Untuk persiapan penerapan Perda No.1/2014, kami terus menggencarkan sosialisasi dan akan memulai tindakan shock therapy bagi pemberi uang dan anjal gepeng," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Tags
pengamen
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved