High Heels Masuk Kampus
Jangan melongo juga ketika ke kampus berpapasan dengan wanita-wanita yang berdandan ala kantoran, mengenakan high heels dan menenteng tas jinjing
Penulis: Yudha Kristiawan | Editor: Ikrob Didik Irawan
Laporan Reporter Tribun Jogja, Yudha Kristiawan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - KAMPUS bukan lagi semata-mata menjadi tempat menuntut ilmu. Belakangan ini, kampus bisa dikatakan sebagai ajang show off bagi komunitas penghuninya yakni mahasiswa. Jangan heran ketika datang ke kampus menjumpai para mahasiswa yang berdandan sekeren mungkin, seperti ketika berjalan di pusat perbelanjaan.
Jangan melongo juga ketika ke kampus berpapasan dengan wanita-wanita yang berdandan ala kantoran, mengenakan high heels dan menenteng tas jinjing, meskipun sebenarnya mereka adalah mahasiswi di kampus tersebut.
Penampilan para mahasiswa dan mahasiswi ini mendapat respon beragam, ada yang memberi tanggapan positif, ada juga yang memberikan tanggapan miring. Di satu sisi tidak ada aturan rigid dari kampus bersangkutan yang melarang khususnya mahasiswi berpenampilan ala kantoran.
Da Raya Louisiana yang akrab disapa Raya , mahasiswi tingkat akhir di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta membenarkan, bahwa fenomena mahasiswi berdandan ala pekerja kantoran atau manita karir masih berlangsung. Bahkan diakui Raya, dirinya sempat juga mengikuti trend tersebut.
"Dulu awal aku kuliah, kalau kekampus ngga pernah ribet-ribet, make up juga seadanya. Yang penting standar kampus lah, tapi dua tahun belakangan, aku sempat kaget juga, lama nggak ngampus, fashion sudah berubah, banyak yang pakai high heels atau wedges dan tas jinjing. Persis kayak orang mau ngantor," ujar Raya.
Sempat Raya hanyut dalam trend tersebut, ia bahkan sempat merasa tak percaya diri bila tak berdandan ala kantoran seperti teman-temannya. Untuk mendukung penampilan layaknya wanita karir, Raya mengaku merogoh kocek tak sedikit.
"Pernah aku ngikutin gaya hidup seperti itu bisa jor-joran. Ternyata aku nggak sadar banyak juga habisnya. Sepengetahuan ku akhir-akhir ini semenjak banyak barang branded ataupun kw dijual di on line shop, memicu penampilan cetar. Teman-temanku akhirnya ngikuti perkembangan fashion justru di kampus," ungkap dara berambut panjang sepinggang ini ketika ditemui di sebuah coffee shop belum lama ini.
Bahkan, kata Raya, fenomena fashion kantor dan berpenampilan seperti wanita karir ini sampai-sampai menjadi perbincangan wajib setiap kali mahasiswi berkumpul usia kuliah.
"Sekarang ini di kampus banyak yang bawa tas yang sebenarnya nggak dijinjing aja bawanya dijinjing, mungkin bagi merea kerasanya lebih elegan. Dompetnya juga yang gede-gede warna-warni itu. Ya sebenarnya sah-sah aja, mungkin pengaruh media juga kali ya," kata Raya.
Setelah menyadari bahwa penampilan ala kantoran sebenarnya tak telalu mendukung kegiatan utama perkuliahannya, akhirnya Raya memutuskan untuk kembali ke penampilan apa adanya sesuai standar kampusnya. "Memang dulu sempat kepirikan, kalau ngga berpenampilan gitu kadang takut ngga diterima di pergaulan, tapi kalau dari awal sudah cuek sebenarnya bisa saja, yang penting percaya diri sendiri," imbuhnya.
Lain halnya dengan, Wieana Oktami mahasiswi jurusan Psikologi Sanata Dharma ini lebih tak sepakat bila kampus secara tak langsung dijadikan ajang unjuk penampilan. Meskipun ia akui, penampilan apa pun itu adalah hak masing-masing orang.
"Prihatin juga sebenarnya, ngampus malah fokusnya beda, bukan kuliahnya tapi capek dengan yang lain. Ya, gimana ya, satu sisi sah-sah aja, tapi juga kadang ngga pas aja, kekampus dengan dandanan super heboh gitu, pakai heels, tas jinjing, apa ngga capek naik turun tangga kampus," ungkapnya.
Wiena pun sangat setuju bila ke kampus mengenakan pakaian standar kampus masing-masing, seperti misalnya memakai baju berkerah, sepatu tertutup. Meski diakuinya, justru ia sesekali tampak malas berdandan bila ke kampus. "Sempat aku malas dandan, cuma pakai kaos ke kampus, alhasil ditegur dosen juga," katanya sembari terbahak.
Menurut Wiena, mahasiswi yang ke kampus berdandan ala kantoran tersebut bisa jadi bukan takut tak diperhatikan oleh kaum pria, melainkan justru takut tak bisa bersaing dengan temannya yang lain dalam hal penampilan.