Aktivitas Vulkanik Merapi

Letak Magma Merapi Masih di Posisi Wajar

Meskipun dalam beberapa bulan terakhir gunung Merapi mengeluarkan embusan yang menyebabkan terjadinya hujan abu

Penulis: dnh | Editor: tea
Dok. BPPTKG
Situasi Kawah : Rekahan kubah lava pada 2010 lalu masih jelas pada Jumat (25/4/2014).Jejak bongkahan batu-batu pijar terserak di seputar rekahan. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Dwi Nourma Handito

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA  – Meskipun dalam beberapa bulan terakhir gunung Merapi mengeluarkan embusan yang menyebabkan terjadinya hujan abu. Kantong magma di dalam perut Merapi masih berada di jarak normal, yakni 3,5 kilometer atau setara dengan ketinggian air laut.

Jarak 3,5 kilometer tersebut merupakan intepretasi sementara dari hasil survei geo magnetik yang dilakukan oleh tim dari Balai Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta di gunung Merapi beberapa waktu yang lalu. Survei tersebut bertujuan untuk mengintepretasikan stuktur yang ada di bawah permukaan Merapi berdasarkan anomali medan magnet.

“Survei tersebut dilakukan untuk mengetahui kantong magma Merapi sekarang ada di mana. Dari Intepretasi sementara, kedalaman kantong magma Merapi itu berada di 3,5 Km dari puncak, itu masih logis,” kata Kepala BPPTKG Yogyakarta, Subandriyo ketika ditemui Tribun Jogja di ruang kerjanya, Jumat (25/4).

Menjelaskan lebih lanjut, pria berkacamata tersebut menyebutkan bahwa dilihat dari jarak 3,5 Km merupakan jarak yang masih masuk kedalam kategori yang normal. Namun, Subandriyo menyebutkan bahwa hasil tersebut masih intepretasi sementara, karena belum semua hasil dari titik pengukuran selesai diteliti.

Tim yang melakukan survei mengambil pengukuran di banyak tempat sejumlah 300 hingga 400 titik. Sedangkan intepretasi sementara adalah hasil dari 100 - 150 titik pengukuran.

“Itu baru separuh pengukuran, titik belum rapat. Karena kita mengukur di banyak tempat anatar 300 hingga 400 titik,” ujar Subandriyo.

BPPTKG sendiri akan merencanakan melakukan tes dengan metode lain. Metode tersebut adalah metode gravity, yang didasarkan pada medan gaya berat karena perbedaan kontras densitas masa batuan. Metode tersebut direncanakan akan dilakukan pada tahun ini.

Sementara itu, terkait dengan embusan yang terjadi pada 20 April 2014 yang lalu. Subandriyo mengaskan bahwa material yang terlontarkan dari puncak Merapi adalah batu pijar, bukan lava pijar. Material tersebut tidak bisa dikatakan lava pijar karena lava pijar berasal dari kubah lava yang kemudian gugur.

“Lontaran tersebut belum tentu material baru tetapi material lama. Sejauh yang kita lihat dari sample batuan yang ada masih material lama,” tambah Subandriyo.

Material lama tersebut menjadi batu pijar karena adanya pengaruh suhu gas yang tinggi, yang bisa mencapai suhu 400 hingga 500 derajat. Subandriyo menjelaskan lebih lanjut material lama yang ada di puncak merapi memperlihatkan bahwa Merapi belum memasuki masa erupsi baru.

Terkait dengan kekuatan lontaran, dengan berdasar pengukuran Volcanic Explosivity Indeks (VEO) apa yang terjadi pada 20 April 2014 masuk kedalam skala 1. VEO sendiri memiliki skala antara 0 hingga 8, untuk embusan yang terjadi pada beberapa hari yang lalu menurut Subandriyo masuk ke kategori skala 1.

“Meskipun menimbulkan getaran yang kuat, peristiwa kemarin masih dalam skala 1 dengan jumlah material yang dikeluarkan kurang dari 1000 meter kubik,” jelas Subandriyo.

Sebagai perbandingan, Subandriyo menyebutkan letusan yang terjadi pada 2010 yang lalu masuk kedalam kategori skala 4 yang jumlah materialnya lebih dari 10 juta meter kubik. Selain melakukan survei magnetik pada beberapa hari lalu, tim BPPTKG juga melakukan pengecekan rutin terhadap alat pantau yang ada di Merapi.(dnh)

Skandal Kuliner Terkait :
Disegel, Bakpia Tidak Asli Jadi Buronan di Malaysia

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved