Tribun Corner
Surat Ical dan Godaan Politik
RIBUAN guru di Kabupaten Gunungkidul, DIY menerima atau dikirimi surat pribadi
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: tea
Oleh : Setya Krisna Sumargo
TRIBUNJOGJA.COM - RIBUAN guru di Kabupaten Gunungkidul, DIY menerima atau dikirimi surat pribadi. Pada amplop surat bergambar Aburizal "Ical" Bakrie dan istrinya. Ada logo ARB di amplop surat tersebut. Di lembaran surat juga bergambar sama disertai isi pesan yang disampaikan.
Kantor Pos Cabang Wonosari menerima 13.716 pucuk surat yang dikirim dari Jakarta. Surat itu tiba pada 13 Februari 2014, namun batal didistribusikan segera karena bencana hujan abu letusan Gunung Kelud pada 14 Februari 2014.
Baru pekan kemarin surat-surat itu baru dikirimkan ke alamat tujuan para guru melalui sekolah masing-masing. Sebagian dikirimkan balik ke Jakarta karena guru yang dituju sudah meninggal, pensiun, atau tidak lagi menjadi guru karena sebab lain.
Isi surat tersebut sesungguhnya normatif, yaitu pesan permohonan minta doa restu dari Ical yang ingin maju sebagai Calon Presiden dari Partai Golkar. Tidak ada ajakan memilih atau mencoblos, atau pesan lain yang bersifat provokatif.
Normal-normal saja. Menjadi menarik karena jumlahnya ribuan, dan pengirim memiliki data lengkap para guru di Gunungkidul. Kita belum tahu dan mendapatkan informasi apakah pengiriman surat serupa terjadi di daerah lain.
Hal menarik berikutnya, pengiriman ke guru dilakukan melalui sekolah. Menjadi biasa jika surat yang dikirim ke guru tidak bernuansa politik. Tapi ketika motif politiknya kuat, ini menimbulkan pertanyaan menarik soal etis tidaknya, soal pantas dan tidaknya cara yang dilakukan ini.
Jika memang benar ribuan surat itu dikirimkan oleh Ical alias ARB sebagai Capres Partai Golkar, serta bertujuan politik, maka menjadi krusial ketika langkah ini bisa dipersepsikan sebagai upaya menarik PNS (guru) ke wilayah politik, yang sesungguhnya sangat terlarang.
Netralitas PNS (guru), sebagaimana juga TNI/Polri sangat mendasar sifatnya. Mereka harus dijaga supaya bersikap di tengah, supaya tidak menimbulkan konflik kepentingan di kemudian hari. Juga supaya tidak ada segregasi kelompok jika PNS/TNI/Polri dibiarkan berpolitik.
Dari hasil pantauan dan pengumpulan keterangan yang dilakukan reporter koran ini dari sejumlah kalangan, kita mendapatkan kesan ada sikap permisif, ada permaafan, ada sikap-sikap yang menganggap soal surat Ical itu wajar dan sah-sah saja.
Narasumber yang terdiri pejabat dan tokoh-tokoh guru, termasuk Panwaslu, melihat tidak ada pelanggaran hukum dalam kasus ini. Mereka percaya dan yakin para guru sudah cerdas dan bisa menentukan pilihan sendiri tanpa provokasi.
Dalam posisi seperti itu, sikap dan pandangan permisif ini sesungguhnya bisa punya implikasi serius. Sama halnya ketika sebagian besar masyarakat kian permisif terhadap politik uang dan cara-cara berpolitik yang tak etis menjelang Pemilu 2014 ini.(***)