Kedelai Mahal
Perajin Tahu dan Tempe di Klaten Berhenti Produksi
Marno Sutrisno (70), perajin tahu di Klaten juga dalam kondisi sama.
Penulis: oda | Editor: tea

TRIBUNJOGJA.COM, KLATEN - Marno Sutrisno (70), perajin tahu di Klaten juga dalam kondisi sama. Kini, ia hanya berusaha bertahan dalam menjalankan usahanya di saat harga kedelai naik. "Kalau dibilang untung tidak, tapi kalau mau beralih ke pekerjaan lain yang harus memulai dari awal. Jadi, mau tidak mau harus tetep dipertahankan, karena saya juga punya karyawan," katanya.
Hampir semua perajin di Klaten yang ditemui Tribun, memilih siasat mengecilkan ukuran daripada menaikkan harga. "Mau dinaikan harganya tidak berani," kata warga Dukuh Macanan, Desa Karanganom, Kecamatan Klaten Utara itu.
Kenaikan harga kedelai juga dirasakan kelompok pengrajin tahu di Tandang, Jomblang, Semarang. Ketua kelompok perajin, Warsino (71), bahkan menyebut kenaikan harga kali ini sudah di luar kewajaran. "Selama saya jadi pengusaha, baru kali ini menemukan harga kedelai naik bertubi tubi, sangat tidak wajar," kata Warsino.
Akibat kenaikan itu, jumlah pengusaha tempe dan tahu di wilayahnya berkurang. Dari 10 pengusaha tahu, ada dua pengusaha yang memutuskan beristirahat memproduksi tahu. Sedangkan dari 38 pengrajin tempe, sudah ada lima yang memilih berhenti sementara.
"Kami sempat mengadakan pertemuan untuk menaikkan harga dari Rp 120 ribu per tong menjadi Rp 135 ribu per tong, itu tiga hari lalu dengan asumsi harga kedelai Rp 7.500. Kalau sekarang (Rp 8.000) ya sudah rugi lagi," jelas Warsino. (*)