Kedelai Mahal
Perajin Berharap Ada Langkah Konkret Pemerintah
Di Solo dan sekitarnya, perajin tahu dan tempe juga mengeluhkan hal yang sama. Di daerah Krajan, Mojosongo sentra produksi tempe dan tahu
Penulis: Ikrob Didik Irawan | Editor: tea

TRIBUNJOGJA.COM, SOLO - Di Solo dan sekitarnya, perajin tahu dan tempe juga mengeluhkan hal yang sama. Di daerah Krajan, Mojosongo yang merupakan sentra produksi tempe dan tahu, para produsen tak berani menaikkan harga. "Pilihannya serba sulit. Kalau tetap berproduksi kita rugi karena harga tak naik. Kalau tak produksi, kita mau makan apa," kata Wagiyem.
Pengurus Paguyuban Koperasi Tahu Tempe Rejeki Solo, Acok Warso menambahkan, jika harga kedelai terus melambung, ia khawatir para produsen tak mampu lagi berproduksi. "Harga kedelai sudah sangat tinggi. Kami kewalahan mengikuti kenaikan harga yang terjadi hampir tiap pekan," katanya.
Di Banyumas, para perajin tahu dan tempe juga resah. Perajin tempe di Desa Pliken, Kembaran, Banyumas, Sodirun, harus memutar otak agar usahanya tetap berjalan. "Ukurannya sedikit dikecilkan biar bisa menutup modal. Pembeli sempat protes," kata yang sudah puluhan tahun menjadi pengusaha tempe.
Menghadapi situasi ini, semua perajin tahu dan tempe di DIY dan Jateng yang ditemui Tribun, berharap ada langkah kongkret dari pemerintah untuk menstabilkan harga. Bila tidak, meski tidak mogok produksi, otomatis mereka akan berhenti membuat tahu dan tempe. Bila itu terjadi, setidaknya selama Ramadan dan lebaran ini, warga DIY dan Jateng akan kehilangan menu favorit itu di meja makan merka. (*)