Tribun Corner

Titik Temu Isu Krusial RUUK

Pemerintah RI melalui tim Kementerian Dalam Negeri sebagai wakil dalam pembahasan RUUK DIY akhirnya menemukan titik temu.

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: tea
zoom-inlihat foto Titik Temu Isu Krusial RUUK
foto : Dok Pri
Sri Sultan Hamengku Buwono X
Oleh. Setya Krisna Sumargo
Redaksi


TRIBUNJOGJA.COM -
Pemerintah Republik Indonesia melalui tim Kementerian Dalam Negeri sebagai wakil dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Keistimewaan DIY akhirnya menemukan titik temu. Isu krusial menyangkut mekanisme pengisian jabatan kepala daerah secara de facto tuntas.

Pemerintah setuju mekanisme penetapan melalui DPRD dengan Sultan Keraton Yogyakarta dan Adipati Pakualaman sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur. Pengukuhan akan dilakukan setiap lima tahun sekali dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) berdasar verifikasi DPRD.

Syarat administratif merujuk ketentuan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Apabila Jika Sultan atau Paku Alam bertahta belum memenuhi syarat administratif, jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur akan dirangkap salah satu dari mereka.

Jika keduanya belum memenuhi syarat, Presiden akan menunjuk Pelaksana Tugas (Plt) setelah berkonsultasi dengan Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman. Titik temu ini secara faktual bakal mengakhiri kebuntuan atas isu paling krusial menyangkut mekanisme pengisian jabatan Kepala Daerah DIY.

Selama ini pendapat terbelah antara penetapan dan pemilihan. Pemerintah sebagai inisiator RUU DIY ada di posisi untuk mengubah mekanisme menjadi pemilihan. Argumentasi pokoknya, sistem politik demokrasi tidak mengenal penetapan, dan konstitusi pun menyatakan demikian.

Dengan demikian, kesepahaman di poin krusial ini diyakini akan memuluskan kelanjutan pembahasan RUUK DIY yang terkatung selama bertahun-tahun di tingkat Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR RI. Kita tentu saja mengapresiasi perkembangan positif ini.

Dalam konteks sosial politik Yogyakarta, melunaknya sikap pemerintah pusat ini memperlihatkan aspirasi mayoritas masyarakat Yogyakarta agar ciri dan keistimewaan DIY tidak diubah, mereka dengar, pertimbangkan, dan direspon secara sungguh-sungguh.

Sudah sering kita menyampaikan, dan begitu juga berulang-ulang diserukan beragam kalangan pro-penetapan, sikap keras pemerintah pusat memaksakan mekanisme pemilihan adalah ahistoris. Mereka mengingkari konteks sejarah Yogyakarta yang tidak terpisahkan dengan kelahiran Republik Indonesia.

Begitu pula konteks sejarah peran dan kontribusi Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakulaman bagi Republik Indonesia yang pada waktu itu masih belia. Inilah yang secara konsisten selalu disampaikan Sri Sultan HB X lewat ungkapan simbolik dan reaksi dengan pendekatan kultural.

Selesainya pembahasan isu paling krusial ini memang belum serta merta menuntaskan RUUK DIY. Secara de jure nanti akan paripurna jika tidak ada lagi penolakan di parlemen, dan disahkan menjadi UU. Beberapa isu lain masih tersisa, seperti soal status hukum atas tanah Kasultanan maupun Pakualaman dalam tata hukum nasional.   

Namun dalam tataran teknis, masalah ini lebih mudah dipecahkan karena dimensi politiknya tidak sekuat seperti isu pengisian jabatan Kepala Daerah. Kita berharap akan ada penyelesaian dan jalan tengah yang bisa memenangkan semua pihak.

Jalan panjang sudah dilalui RUUK DIY, dan selangkah lagi keistimewaan provinsi ini akan memiliki landasan kokoh selain bahwa dalam UUD 1945 letak dan posisi Yogyakarta sebagai salah satu bagian tak terpisahkan dari benih Republik Indonesia tak bisa terbantahkan.

Belajar dan memahami sejarah akan membuat kita bijak melihat masa kini dan menatap masa depan. Pemerintahan SBY pernah silap dengan melupakan sejarah Yogyakarta. Kesadaran yang baru saja datang belum lah terlambat. Mereka kini kembali meniti jalan yang benar.(***)

Sumber : Tribun Jogja Cetak

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved