Jalu Dititipkan di Panti Asuhan Setelah Bapaknya Nikah Lagi

Jalu ingin tinggal bersama orangtuanya namun tidak diperbolehkan sang ayah.

Editor: mas
zoom-inlihat foto Jalu Dititipkan di Panti Asuhan Setelah Bapaknya Nikah Lagi
TRIBUNJOGJA.COM/THERESEA ANDAYANI
Stefanus Jalu Budi Wijayanto (16) dan Paulus (19) saat berada panti asuhan Santo Thomas Ngawen, Gunung Kidul, Yogyakarta, Senin (14/2/2011).
Laporan Reporter Tribun Jogja, Theresia Andayani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Stefanus Jalu Budi Wijayanto (16) dan Paulus (19) adalah dua dari puluhan anak panti asuhan yang berasal dari keluarga broken home. Mereka sengaja dititipkan di panti asuhan karena orangtuanya sudah tidak mau membiayai mereka sekolah. Mereka berdua  sekarang tinggal di panti asuhan Santo Thomas Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.

Ketika ditemui Tribun Jogja, Senin (14/2/2011) di Biara Skolastikat SCJ, Kentungan, Sleman, mereka bercerita suka duka hidup di panti asuhan. Mereka terpaksa tinggal di panti asuhan dan merasa dibuang orangtuanya.

Stefanus Jalu Budi Wijayanto (16) yang kini sudah kelas 2 SMK di Yayasan Santo Thomas, mengatakan, sejak ibu kandungnya meninggal tahun lalu, ayahnya sudah tidak mau mengurusnya. Kemudian ayahnya itu menitipkannya di Panti asuhan.  “Bapak kawin lagi. trus sekarang tinggal di Jakarta. Bapak juga sudah  tidak peduli lagi pada saya,” jelas Jalu.

Sudah setahun ini Jalu tinggal di panti asuhan. Padahal sesungguhnya ia tak menghendakinya. Jalu ingin tinggal bersama orangtuanya namun tidak diperbolehkan sang ayah. “Yah mau gimana lagi. Daripada jadi anak jalanan, ya sudah lha di panti asuhan nggak apa,” ujarnya.

Di SMK, Jalu belajar otomotif dan setahun lagi akan lulus. Rencananya, setelah lulus ia ingin bisa bekerja di bengkel. “Mudah-mudahan bisa langsung dapat kerja supaya bisa mandiri dan punya penghasilan,” ucapnya.

Begitu juga dengan Paulus (19). Orang tuanya bekerja sebagai petani di Ngawen. Karena keterbatasan ekonomi dan sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup, ia pun dititipkan di panti asuhan. Beruntung, dua bulan sekali, orangtuanya masih datang mengunjungi Paulus.

“Aku berharap banget bisa berkumpul bareng mereka lagi. Tapi mau gimana lagi, saat ini belum bisa,” ucapnya.

Paulus sekarang ini sudah lulus dari jurusan otomotif di SMK Santo Thomas. Namun dia tidak berani berkhayal memiliki cita-cita yang tinggi.  “Saya sama cari jaringan keluar, kalau ada informasi lowongan pekerjaan. Yang penting dapat kerja aja udah seneng,” katanya.

Pimpinan Panti Asuhan Santo Thomas, Suster Maria Rosalia mengatakan, anak-anak panti asuhan memperoleh biaya hidup dari pemerintah Rp 3 ribu per hari. Dana itu ditambah sumbangan donatur lain.

“Tanpa donatur rasanya pasti akan kesulitan. Kami masih sangat membutuhkan bantuan dari donatur, karena anak-anak panti setiap tahun jumlahnya semakin bertambah,” jelasnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved