KLB Leptospirosis
Penyakit Leptospirosis Supriyana Berawal dari Luka Kecil di Jempol Kakinya
Pasien penderita leptospirosis yang meninggal 17 Januari 2011, Supriyana (44), ternyata gejala awalnya hanya memiliki luka kecil di jempol kakinya.

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL – Pasien penderita leptospirosis yang meninggal 17 Januari 2011, Supriyana (44), ternyata gejala awalnya hanya memiliki luka kecil di jempol kaki kanannya. Pria yang berprofesi sebagai petani ini setiap hari pergi ke ladang tanpa pernah mengenakan alas kaki.
"Lukanya memang kecil, tapi penyakit ini bisa masuk lewat situ," kata istri korban, Mujiyati (37) saat ditemui di rumahnya, Dusun Gumuk, Kelurahan Ringinharjo, Kecamatan Bantul, Bantul, DIY, Selasa (25/1).
Selain bertani di sepetak lahan yang terletak di depan rumahnya persis, Supriyana juga membuat pupuk kandang hasil kotoran ternak satu ekor sapinya. "Bahkan saat di kandang pun suami saya tidak pernah mengenakan alas kaki," ujarnya.
Korban wafat di ruang ICU Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul. Setelah wafat, kakak korban, Dalijan (56) mendapat surat dengan amplop tertutup dari pihak rumah sakit.
"Rumah sakit meminta saya untuk menyerahkan surat itu ke puskesmas. Saya tidak diberitahu apa isinya, saya langsung berikan pada petugas puskesmas," katanya.
Sekitar dua hari kemudian, seorang petugas puskesmas justru datang hendak menjenguk Supriyana. Rupanya petugas tersebut mengira Supriyana sudah sembuh dan sedang beristirahat di rumah. "Lha wong orangnya sudah meninggal, bukan sembuh!" kata Dalijan.
Mujiyati sekarang harus merawat ketiga anaknya sendiri. Anak pertamanya perempuan dan sudah kelas dua SMP, yang kedua laki-laki kelas dua SD, dan yang terakhir perempuan masih TK. Yang cukup unik adalah nama anak kedua Supriyana, yakni Felindi Tenda Ernawati. Nama Felindi sengaja diberikan untuk anak keduanya yang lahir setelah gempa bumi tahun 2006.
Nama Felindi berasal dari kata lindu, yang dalam bahasa Indonesia berarti gempa bumi. Nama Tenda diberikan karena ia lahir di tenda biru pengungsian persis di depan rumah. Sedangkan Ernawati adalah nama bidan yang membantu proses bersalinan.
Saat ini Mujiyati hanya mengandalkan hidupnya dari berdagang makanan di sebelah rumahnya. Dia mengaku sedang membutuhkan modal untuk mempertahankan usaha warungnya. "Saya jual lauk dan sayuran di warung," kata Mujiyati.