Pembatasan BBM Bersubsidi
"Kalau Nggak Penting Banget, Mending Jalan Kaki"
Pemilik mobil di Yogya akan mengurangi intensitas bermobil bila pembatasan BBM bersubsidi diterapkan.
Laporan wartawan Tribun Jogja, Rina Eviana dan Diaz Radityo
MOBIL Mercy Classy, 80-an menjadi "klangenan" Wisnu. Perawatan mobil itu diakunya cukup mahal. Namun lantaran terlanjur sayang, mobil itu tak pernah berpindah tangan. Si Mercy bahkan sudah menjadi bagian hidupnya selama 10 tahun.
Mobil klasik ini selalu menemani aktivitas Wisnu, juga menjadi semacam "kebanggaan". Tapi kalau rencana pembatasan BBM bersubsidi jadi keniscayaan Maret 2011, kisahnya akan sedikit berbeda.
Si Mercy barangkali akan lebih sering dikandangkan."Kalau dijual sih nggak, tapi mungkin nggak sering dipakai lagi,"kata Wisnu.
Baginya pencabutan subsidi BBM sama artinya dengan penghematan. "Kalau nggak penting banget dan lokasi yang dituju nggak jauh, mending jalan kaki saja,"kata Wisnu yang mengaku hanya memiliki mobil dan tidak punya motor ataupun sepeda ini
Nasib Mercy Classy Wisnu agaknya tak akan jauh beda dengan mobil kuno milik Wahman (52), warga Sewon Bantul. Wahman berniat mengistirahatkan lebih sering Datsun keluaran 1976 miliknya.
Mengganti bahan bakar dari Premium seharga Rp 4.500/liter dengan Pertamax Rp 7.050/liter bagi Wahman bukan perkara ringan. Pengeluaran untuk bahan bakar bisa jadi meningkat hampir dua kali lipat. Mengurangi "aktivitas" si Datsun pun menjadi pilihannya.
"Kalau nggak butuh banget, mending pakai motor saja," ungkap Wahman (52) warga Sewon, Bantul, di kawasan Masjid UGM, Sabtu (18/12).
Secara berseloroh Wahman juga bilang, ganti saja mobil dengan telepon genggam. "Artinya kalau ada urusan yang bisa diselesaikan lewat telepon ya nggak perlu bepergian. Kecuali untuk urusan yang penting banget," tegas karyawan swasta ini.