Kisah Mbah Arjo, Manusia Tertua Indonesia Berusia 193 Tahun yang Pernah Temani Soekarno Ritual
Kakek yang diklaim berusia 193 tahun ini meninggal Selasa (21/5/2019) malam. Dia pernah menemani Bung Karno dan Supriadi ritual di Gunung Kelud
TRIBUNJOGJA.COM - Tidak banyak orang di Indonesia yang usianya mencapai lebih dari 100 tahun. Satu satunya adalah Mbah Arjo Suwito, kakek asal Dusun Sukomulyo, Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar.
Kakek yang diklaim berusia 193 tahun ini meninggal Selasa (21/5/2019) malam setelah dirawat di RSUD Mardi Waluyo, Wlingi, sejak Jumat (17/5/2019) malam.
Meski tak ada bukti tertulis atau kesaksian orang lain, namun mbah Arjo mengklaim usianya sudah 200 tahun lebih. Namun, data di balai desanya, mbah Arjo tercatat kelahiran 1825.
TribunJatim pernah menemui mbah Arjo saat masih hidup pada tahun 2018 lalu.
Saat itu, ia hidup bersama anaknya, Ginem (53), anaknya ke-18 dari istrinya yang keenam.
Sejak tahun 1990-an, mereka tinggal di lereng Gunung Kelud atau tepatnya di Gunung Gedang.
Dari puncak Gunung Kelud itu, tempat tinggal mbah Arjo berjarak sekitar 10 kilometer.
Tidak mudah untuk menuju lokasi, karena jalannya cukup sulit dan harus melalui perkebunan pohon Karet yang masuk wilayah perhutani (BKPH Wlingi).
• Video Jalur Curam Gunung Piramid Bondowoso, Tebing Kemiringan 75 Derajat dan Sosok Thoriq
Untuk menuju ke tempat tinggal mbah Arjo, hanyan bisa ditempuh dengan sepeda motor yang sudah dimodifikasi seperti trail.
Tempat tinggal mbah Arjo lebih dikenal dengan Candi Wringin Branjang, yaitu candi yang diperkirakan peninggalan dari Kerajaan Majapahit.
Bahkan, candi yang bangunannya mirip Candi Penataran itu disebut-disebut ditemukan pertama kali oleh mbah Arjo tahun 1990.
Saat itu, mbah Arjo yang baru sebulan menghuni lokasi itu menemukan bangunan yang terpendam tanah pegunungan.
Saat ditemui Minggu (14/1/2018) pukul 09.00 WIB lalu, ia sedang duduk di rumah sederhana dengan ukuran 3 x 4 meter.
Dinding rumahnya berasal dari bambu (gedek), namun sebagian belum dianyam dan cukup dipaku. Atapnya terbuat dari alang-alang bercampur jerami.
"Sejak saya tinggal di sini (1990-an), ya ini rumah saya. Ini saya tempati dengan anak perempuan saya," tutur Mbah Arjo. Saat itu ia bicaranya masih lancar, namun mengaku sudah setahun kesulitan jalan.
