Peringatan May Day
Buruh Gendong dan Pekerja Rumah Tangga Tuntut Dapatkan Pengakuan dan Perlindungan dari Pemerintah
Buruh Gendong dan Pekerja Rumah Tangga Tuntut Dapatkan Pengakuan dan Perlindungan dari Pemerintah
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Perayaan May Day atau hari buruh yang jatuh pada 1 Mei di Kabupaten Bantul diwarnai dengan sejumlah aksi oleh para pekerja. Salah satunya dari Jaringan Advokasi Melindungi Pekerja Informal (JAMPI).
Aksi dilakukan di depan Kantor Yasanti, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul. Puluhan pekerja informal yang terdiri dari buruh gendong, pekerja rumahan dan pekerja rumah tangga ini melakukan orasi dengan pawai budaya.
Massa aksi berjalan dengan memakai pakaian adat dan spanduk yang bertuliskan berbagai tuntutan. Ada yang membawa tuntutan tentang dipenuhinya hak-hak buruh, dan ada pula yang meminta diberikan perlindungan untuk para pekerja informal.
• May Day 2019, Bupati Sleman Ingatkan Pentingnya Hubungan Perusahaan dan Pekerja
Mereka berjalan menyanyikan berbagai lagu, menyuarakan aspirasinya.
Koordinator aksi, Warsinah mengatakan aksi yang dilakukan hari ini merupakan satu wujud penyampaian pendapat dari para pekerja informal karena belum terpenuhinya hak-hak seorang pekerja.
Pemerintah hingga saat ini diakuinya belum dapat memberikan pengakuan serta perlindungan yang cukup layak bagi para pekerja rumah tangga dan buruh gendong.
"Pekerja rumahan, buruh gendong dan pekerja rumah tangga ini belum dikenal karena belum dicantumkan dalam UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003," ujar Warsinah.
Selain belum dikenal, lanjut Warisah, hingga saat ini belum ada perlindungan khusus bagi pekerja informal terutama bagi pekerja perempuan. Ia menilai, pekerja informal perempuan masih banyak mendapatkan diskriminasi hingga ketidaksetaraan.
• Dari Tragedi Berdarah Inilah Lahir Peringatan Hari Buruh Internasional
Pekerja informal menurutnya juga belum mendapatkan fasilitas yang kayak dari pemerintah. Khususnya, bagi para buruh gendong yang ada di pasar-pasar.
Warsinah mengatakan hingga saat ini struktur bangunan pasar yang ada di Yogyakarta masih belum bisa dikatakan aman. Permasalahan seperti tangga curam dan lantai yang licin dinilai dapat membahayakan nyawa para buruh gendong.
Lebih lanjut menurut Warsinah buruh gendong belum mendapatkan jaminan kerja yang berpihak pada mereka. Seperti permasalahan kesehatan atau akibat dari kecelakaan kerja masih ditanggung sendiri oleh para pekerja.
"Padahal upah mereka [buruh gendong] rendah dan tidak pasti," katanya.
Dalam momentum Hari Buruh, Warsinah berharap para pekerja informal seperti pekerja rumah tangga dan buruh gendong dan pekerja rumahan bisa mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah, khususnya pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Kami ingin bisa segera diberikan pengakuan dan perlindungan yang sesuai," tuturnya. (Tribunjogja I Ahmad Syarifudin)