Yogyakarta

Film 'Suara April,' Ajak Kaum Milenial Melek Politik

Melalui film tersebut, Pramono berharap partisipasi kaum milenial untuk menggunakan hak suara pada Pemilu 2019 nanti dapat meningkat.

Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Hanif Suryo
Suasana meet and greet film 'Suara April' di XXI Ambarrukmo Plaza, Sleman, Minggu (14/4/2019) 

TRIBUNJOGJA.COM - Posisi generasi milenial sangat diperhitungkan pada tahun politik sekarang ini.

Mereka adalah bagian dari penentu kemajuan dan keberhasilan demokrasi, baik di tingkat daerah maupun nasional.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih milenial mencapai 70 juta–80 juta jiwa dari 193 juta pemilih.

Artinya, sekitar 35–40 persen memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu dan menentukan siapa pemimpin pada masa mendatang.

Beragam cara pun dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI guna meningkatkan angka partisipasi kaum muda menggunakan hak pilihnya pada 17 April 2019.

Satu diantaranya ialah melalui media film berjudul 'Suara April' yang serentak tayang di bioskop di 32 kota besar seluruh Indonesia, 8-15 April 2019.

Baca: Aplikasi Pantau Bersama Ajak Warga Pahami Nilai Pancasila Lebih Utama Dibanding Preferensi Pilpres

"Kami ingin menjangkau pemilih milenial, pemilih pemula, pemilih muda, yang jumlahnya di Pemilu 2019 ini sangat besar sekali. Dengan pendekatan dan bahasa yang mereka pahami, ini mudah-mudahan pesan-pesan kepemiluan ini bisa lebih nyambung," ujar Komisioner KPU RI, Pramono Ubaid Tanthowi di sela pemutaran film 'Suara April' di XXI Ambarrukmo Plaza, Sleman, Minggu (14/4/2019).

Film yang disutradarai oleh Emil Heradi dan Wicaksono Wisnu Legowo ini bercerita tentang seorang relawan politik yang datang ke kampung Rampangrejo untuk memberikan penyuluhan pemilu.

Sayangnya, warga apatis terhadap pemilu dan lebih menyukai musik dangdut.

Sementara itu, Sekolah Menengah Atas (SMA) satu-satunya di kampung tersebut terancam tutup akibat tidak ada dana memadai.

Salah satu cara menyelamatkan sekolah itu dengan memiliki wakil rakyat yang bisa memperjuangkan sekolah tersebut.

Kedua tokoh utama, relawan politik dan guru SMA tersebut bekerja sama mencari cara untuk meningkatkan partisipasi pemilu di kampung tersebut.

Bahkan sampai menyelenggarakan acara dangdut dengan penyuluhan pemilu di dalamnya.

Baca: Bawaslu Kewalahan Lepas Ribuan APK di Kota Yogyakarta

Setelah tingkat partisipasi warga kampung meningkat, masalah baru pun terjadi.

Film yang dibalut komedi tersebut menampilkan kejahatan poltik seperti politik uang dan saling menjatuhkan antar caleg.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved