Bantul

Hajad Dalem Labuhan di Pantai Parangkusumo, Tanda Syukur 30 Tahun Sultan HB X Bertahta

Ia mengatakan tahun ini labuhan di pantai Parangkusumo digelar alit atau kecil. Karena bukan merupakan tahun Dal.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Hasan Sakri
LABUHAN PARANG KUSUMO. Sejumlah abdi dalem membawa sesaji untuk prosesi Labuhan Parangkusumo di Pantai parangkusumo, Bantul DI Yogyakarta, Sabtu (6/4/2019). Prosesi adat yang dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta setiap satu tahun sekali tersebut merupakan bentuk puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dilaksanakan dalam yang rangkaian Tingalan Dalem Jumenengan atau peringatan bertahtanya Sri Sultan Hamengku Buwono X. 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Tiga ancak berisi pengageman atau pakaian perempuan dan pakaian Sultan HB X dilarung atau dilabuh di pantai Parangkusumo, Bantul, Sabtu (6/4/2019) siang.

Labuhan tahun ini merupakan bagian dari tanda syukur 30 tahun bertahtanya Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X di Ngayogyakarta Hadiningrat.

Wakil Pengageng Imogiri, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rekso Suryo Hasmoro mengatakan selain di Parangkusumo, labuhan sebagai bagian dari tingalan jumeneng dalem atau peringatan kenaikan tahta Sultan HB X digelar juga di Gunung Merapi dan Gunung Lawu.

"Ini (tradisi) rutin. 30 tahun Jumenengan Ngarso Dalem," kata KRT Rekso Suryo Hasmoro ditemui seusai prosesi labuhan, Sabtu siang.

Baca: Labuhan Merapi ketika Status Waspada

Ia mengatakan tahun ini labuhan di pantai Parangkusumo digelar alit atau kecil. Karena bukan merupakan tahun Dal.

Kata dia, tahun Dal hanya diperingati setiap delapan tahun sekali atau sewindu.

"Perbedaannya ada pada yang dilabuh, lebih banyak," ungkap dia.

Adapun tujuan dari Labuhan, menurut KRT Rekso adalah sebagai tanda syukur kapada Tuhan dan sedekah dari Sultan HB X kepada kawula Ngayogyakarto.

Barang-barang milik Sultan dilarung ke laut selatan yang kemudian akan diambil kembali oleh masyarakat.

"Kalau nilai secara spiritual, dari Keraton sedekah kepada Kanjeng Ratu kidul. Karena (keduanya) sudah ada perjanjian," terang dia.

Namun sayang, KRT Rekso Suryo Hasmoro tidak menjelaskan secara detail perjanjian seperti apa yang mengikat antara Keraton Yogyakarta dengan Kanjeng Ratu kidul, sebagai penguasa samudra selatan.

Tribunjogja.com mencoba mendatangi Mas Penewu Surakso Jaladri yang menjadi juru Kunci Cepuri di Pantai Parangkusumo.

LABUHAN PARANG KUSUMO. Sejumlah abdi dalem berdoa saat prosesi Labuhan Parangkusumo di Pantai parangkusumo, Bantul DI Yogyakarta, Sabtu (6/4/2019). Prosesi adat yang dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta setiap satu tahun sekali tersebut merupakan bentuk puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dilaksanakan dalam yang rangkaian Tingalan Dalem Jumenengan atau peringatan bertahtanya Sri Sultan Hamengku Buwono X.
LABUHAN PARANG KUSUMO. Sejumlah abdi dalem berdoa saat prosesi Labuhan Parangkusumo di Pantai parangkusumo, Bantul DI Yogyakarta, Sabtu (6/4/2019). Prosesi adat yang dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta setiap satu tahun sekali tersebut merupakan bentuk puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dilaksanakan dalam yang rangkaian Tingalan Dalem Jumenengan atau peringatan bertahtanya Sri Sultan Hamengku Buwono X. (TRIBUNJOGJA.COM / Hasan Sakri)

Sama seperti KRT Rekso, menurut Mas Penewu Surakso Jaladri makna labuhan merupakan tanda syukur Sultan Mataram.

Baca: Diiringi Bregada, Pengageman Dalem dan Uborampe Prosesi Labuhan, Tiba di Joglo Pantai Parangkusumo

Dijelaskan oleh dia, Pendiri Kasultanan Mataram, Danang Sutawijaya--yang kemudian bergelar Panembahan Senopati-- berhasil menjadi Sultan Mataram setelah sebelumnya melakukan ritual di watu gelang (Batu Hitam).

Batu itu ada dua dan saat ini letaknya ada dalam komplek yang dinamakan Cepuri Parangkusumo.

Dua batu gelang itu posisinya berhadapan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved