Kota Yogyakarta
Pemkot Yogyakarta Digugat ke PTUN, PKL Malioboro Beri Dukungan
Sidang digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan agenda pendatangan saksi-saksi, Kamis (24/1/2019).
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sidang lanjutan kasus penataan kawasan Malioboro yang dilayangkan pemohon yaitu Ketua Paguyuban Pengusaha Malioboro (PPM), Budhi Susilo alias Cuncun kepada pemerintah kota Yogyakarta kembali digelar.
Sidang digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan agenda pendatangan saksi-saksi, Kamis (24/1/2019).
Cuncun menggugat Pemerintah Kota Jogja, karena dinilai tidak bisa menjalankan aturan Perda Kota Jogja nomor 26 tahun 2002 tentang Penataan PKL dan Perwal nomor 37 tahun 2010.
Dalam agenda tersebut pemohon membawa saksi Sudi Murbintoro, yang juga merupakan anggota dari PPM dan sudah menjadi pengusaha Malioboro sejak tahun 1993.
Setelah sebelumnya disumpah, dalam kesaksiannya Sudi mengatakan bahwa dia juga merasa terugikan dengan kehadiran PKL di kawasan Malioboro.
Baca: Tukang Becak Malioboro Enggan Parkir di Parkiran Khusus Becak yang Baru
"Adanya PKL ini nyatanya menutupi jalan toko saya. Bahkan untuk masuk saya pun sulit," ujarnya.
Menurutnya, kehadiran para pedagang yang ada di depan toko Kerajinan Indonesia miliknya juga turut mengurangi pendapatan tokonya .
Dalam persidangan itu, ratusan PKL Malioboro turut hadir dan memenuhi pengadilan.
Ketua Paguyuban Tridharma Paul Zulkarnaen mengatakan kedatangannya pada sidang kali ini adalah untuk memberikan dukungan pada Pemerintah Kota Yogyakarta.
Baca: Dukung Pedestrian Malioboro, Trotoar di Sirip Malioboro Segera Direvitalisasi
"Kami kesini untuk mendukung Pemkot. Kemarin kami sudah kesini dan besok kami juga tetap konsisten mendukung Pemkot," katanya.
Mewakili PKL Malioboro, Paul menjelaskan bahwa pihaknya mau ditata, namun tidak mau digusur.
Menurutnya PKL Malioboro sudah ada sejak dahulu,bahkan sudah menjadi kekhasan Yogyakarta.
"Tridharma sudah berdiri sejak 1982, dia baru berdagang 1993. Dia tidak tahu sejarah dan budaya di Malioboro. PKL itu sudah seperti objek wisata, sudah menjadi daya tariknya Malioboro," jelasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)