Kota Yogyakarta

Warga Kampung Magersari Pasang Pitutur Jawa untuk memberikan Pesan Damai Pemilu

Pitutur Jawa tersebut dibuat untuk mengingatkan masyarakat Yogyakarta tentang nasihat leluhur.

Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Christi Mahatma Wardhani
Pitutur Jawa yang dipasang warga Kampung Magersari, Dipoyudan, Ngampilan,Yogyakarta untuk sampaikan pesan damai menyongsong Pemilu, Rabu (17/10/2018). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA- Sepintas tak ada yang menarik dari tembok di Jalan KS Tubun, Pathuk, Ngampilan, Yogyakarta. Hanya tembok bercat hitam dan beberapa spanduk-spanduk.

Namun jika dilihat lebih dekat, tulisan-tulisan tersebut merupakan pitutur leluhur dalam bahasa Jawa.

Baca: Pameran Umrah Haji dan Wisata Halal Expo 2018 Diikuti Sebanyak 20 Biro Umrah

Tak hanya tulisan, di bawah tulisan tersebut ada tokoh-tokoh yang mengenakan seragam prajurit Keraton Yogyakarta.

Satu di antaranya bertuliskan Aja Cidra Mundak Cilaka yang berarti jangan berbuat curang agar tidak celaka.

Atau tulisan Nuladha Laku Utama Nyingkira Laku Ala yang berarti mencontoh pada perbuatan yang utama dan yang baik, hindari perbuatan tercela.

Tulisan tersebut merupakan pitutur leluhur yang memiliki makna untuk kebaikan.

Pitutur tersebut digagas oleh warga Kampung Magersari, Dipoyudan, Yogyakarta.

Seorang tokoh budaya Kampung Magersari, Alex Pracahya mengatakan pitutur tersebut dibuat untuk mengingatkan masyarakat Yogyakarta tentang nasihat leluhur.

Ia menjelaskan budaya Jawa memiliki karakter yang halus dalam bertutur kata.

"Pitutur leluhur itu kan karakter orang Jawa. Pitutur itu kata-kata bijak para leluhur yang bisa jadi pegangan hidup. Orang Jawa itu kalau ngomong halus, sehingga tidak menyakiti perasaan orang lain. Jadi kalau menasehati tidak membuat orang lain terluka," katanya saat ditemui Tribunjogja.com di Kampung Magersari Rabu (17/10/2018).

Ada sekitar 20 pitutur leluhur yang dipasang disepanjang tembok Kampung Magersari.

Ia mengatakan tembok tersebut memang digunakan warga untuk mengasah kreativitas warga.

Sebelumnya tembok tersebut digunakan untuk mural.

"Jadi tembok itu memang untuk kreativitas warga. Karena di Pathuk kan juga daerah yang banyak dikunjungi wisatawan, jadi ya harus dikemas. Kita pernah bikin mural batik lalu wisata Yogyakarta, kita bikin tematik bersama-sama," lanjut bapak berusia 55 tahun itu.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved