Kulonprogo

Kebijakan Seragam Pakaian Adat Untungkan Perajin Tenun Lurik di Kulonprogo

Hal ini tentu saja menjadi sumber nafkah bagi para perajin lurik, tak terkecuali di Kulonprogo.

Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Ari Nugroho
IST
Suasana pembuatan tenun lurik di sanggar Bangun Karyo Sentolo. 

TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Manfaat positif status keistimewaan yang disandang DIY di antaranya membuat roda perekonomian masyarakat bisa bergerak lebih dinamis.

Tak percaya?

Coba simak pengakuan perajin tenun lurik di Kulonprogo ini.

Derak berirama dari sebuah rumah di sudut Pedukuhan Bantarjo, Banguncipto, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo pada suatu siang yang terik.

Suara itu berasal dari gerak mekanik bilah-bilah kayu pada alat tenun bukan mesin (ATBM) yang ada dalam sanggar kerja di rumah tersebut.

Sesekali, derak alat tersebut bersahutan dengan suara putaran roda pemintal benang yang terdapat di sebelahnya.

Begitulah suasana keseharian ruang kerja kelompok penenun Bangun Karyo di Bantarjo.

Beberapa orang menjalankan tugasnya masing-masing untuk menciptakan sehelai lurik, kain tradisional masyarakat Jawa berpola garis-garis aneka warna.

Baca: Mahasiswa UAJY Kenalkan Lurik dengan Workshop Membuat Bros

Bantarjo dulunya dikenal sebagai satu di antara sentra pembuatan stagen atau ikat pinggang perempuan Jawa namun beberapa tahun belakangan beralih membikin lurik untuk bahan baku pakaian.

Hal itu tak lepas dari terbitnya peraturan Gubernur DIY nomor 87/2014 yang mewajibkan pegawai instansi pemerintahaan hingga isntansi pendidikan dan pelajar di wilayahnya mengenakan pakaian adat Jawa Yogyakarta sebagai seragam pada Kamis Pahing atau hari besar tertentu.

Pakaian yang kerap digunakan antara lain surjan dan kebaya berbahan lurik.

Hal ini tentu saja menjadi sumber nafkah bagi para perajin lurik, tak terkecuali di Kulonprogo.

Sama halnya dengan banyak perempuan lainnya di Bantarjo, Tumiyem (50) dulunya juga hanya mencari penghasilan dari menenun stagen.

Selama lebih dari 20 tahun ia sudah menjalani pekerjaan tersebut dan sanggup menghasilkan hingga 65 gulungan stagen untuk dijual kepada pengepul.

Para perempuan Bantarjo secara turun-temurun memang memliki keahlian menenun.

Baca: Pameran Tenun di BBY Tampilkan Kreasi Stagen Modern

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved