Yogyakarta

Perangi Radikalisme dan Terorisme, FPTI DIY Gandeng Pegiat Media Sosial

Guna menangkal faham radikalisme dan terorisme, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DIY melangsungkan agenda diskusi bersama generasi muda.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Azka Ramadhan
Suasana diskusi 'Literasi Digital sebagai Pencegah Radikalisme dan Terorisme' yang dilangsungkan FKPT DIY, di Hotel Cavinton, Yogyakarta, Kamis (2/8/2018). 

TRIBUNJOGJA.COM - Guna menangkal faham radikalisme dan terorisme, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DIY melangsungkan agenda diskusi bersama generasi muda, di Hotel Cavinton, Yogyakarta, Kamis (2/8/2018).

Dalam diskusi yang mengusung tema 'Literasi Digital sebagai Pencegah Radikalisme dan Terorisme' tersebut, FKPT DIY bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan melibatkan lebih kurang 100 peserta.

Para peserta yang turut ambil bagian itu, berasal dari kalangan mahasiswa, hingga pegiat media sosial dan komunitas.

Sementara narasumber yang didapuk antara lain, Wakil Ketua Dewan Pers, Ahmad Djauhar, Marketing Komunikasi, Gardjito Kasilo, serta Dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM, Wisnu Martha Adiputra.

Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Andi Intang Dulung, mengatakan bahwa agenda tersebut sengaja disasarkan pada generasi milenial.

Pasalnya, selama ini, kelompok radikalisme dan terorisme, menyebarkan pahamnya di kalangan muda. 

"Karena yang sering terpapar paham radikalisme dan terorisme itu kan anak muda, bukan orang tua. Sehingga, melalui kegiatan semacam ini, kami berharap anak muda tidak mudah terprovokasi dengan paham-paham tersebut," katanya pada Tribunjogja.com.

Ia mengatakan, demi menghindarkan generasi muda dari kerusakan akibat kontaminasi paham radikalisme dan terorisme, diperlukan pencegahan sejak dini.

Sebab, menurutnya, seandainya provokasi itu sampai, dampaknya akan sangat berbahaya.

"Orangtuanya sendiri pun bisa dianggap salah dan dibencinya. Bahkan, bisa sampai tidak diakui lagi jika si anak sudah terpapar paham yang salah seperti itu," tambahnya.

Andi menyatakan, jumlah teroris di Indonesia sejatinya tidak banyak, jumlahnya pun bisa dihitung.

Akan tetapi karena persebaran informasi yang masif, angkanya bisa terus bertambah.

Ia menilai, dalam fase tersebut, peran media sangat diperlukan, untuk memberi klarifikasi terhadap informasi menyesatkan itu.

"Tapi, sekarang bagaimana supaya konten daripada media itu bisa berandil dalam pencegahan radikalisme dan terorisme. Jangan malah bikin berita yang menyesatkan dan membingungkan masyarakat. Jangan lah seperti itu," cetusnya. (*) 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved