Kisah Eko Sugeng Barista Difabel dari Yogyakarta, Mampu Meracik Hingga Menyajikan ke Pelanggan
Kisah Barista Difabel di Yogyakarta. EKO Sugeng adalah difabel dengan kondisi kedua lengannya yang hanya memiliki setengah bagian
Penulis: Wahyu Setiawan Nugroho | Editor: Iwan Al Khasni
Pantang menyerah semangat jalani hidup, meski difabel, Eko Sugeng, mampu membuktikan diri bisa jadi barista part time di Cupable Coffee. Ya, Cupable Coffee merupakan cafe kopi yang lokasinya berdekatan dengan Panti Rehabilitasi Yakkum di Jalan Kaliurang Km 13, Sleman, Yogyakarta.
EKO Sugeng adalah difabel dengan kondisi kedua lengannya yang hanya memiliki setengah bagian, bukan bawaan lahir tapi akibat dari 'kecelakaan'.
Kejadian itu bermula, beberapa tahun lalu, saat kedua lengan Eko terpaksa harus diamputasi usai dirinya tersengat listrik hingga kedua lengannya terluka parah dan tak dapat ditolong.
Memang dia sempat putus asa dan terpuruk akibat kejadian tersebut, namun Eko merasa percaya diri lagi seusai menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Yakkum beberapa tahun lalu hingga dirinya diangkat menjadi seorang staf di Yayasan.
Menjadi Barista
Awal mula ketertarikannya menjadi barista bermula dari kesukaannya meminum kopi di cafe kopi dekat tempanya bekerja. Lantaran sering meminum kopi di cafe didekat ia bekerja.
Hingga akhirnya, dirinya ditawari oleh barista cafe kopi tersebut untuk menjajal dan berlatih membuat kopi dengan alat-alat layaknya seorang barista.
"Disini saya diberi kesempatan untuk mencoba dan tidak dianggap sebelah mata, saya di support untuk bisa, dan akhirnya saya mencoba," ungkap Pria berusia 33 tahun ini kepada Tribunjogja.com.
Sejak saat itu dirinya menjajal beragam mesin kopi yang digunakan untuk meracik beragam kopi pesanan pelanggan.
Tangan yang tak sempurna itu, kini mulai lihai mengambil biji kopi yang telah melalui proses roasting dari sebuah toples kecil, biji kopi aceh gayo waktu itu yang ia ambil.

Kemudian secara perlahan biji kopi yang ia ambil menggunakan alat meyerupai sendok itu coba ia masukkan ke dalam mesin grinder.
Tal berselang lama, biji-biji kopi tersebut berubah menjadi serbuk yang kemudian ia masukkan ke portafilter dan ia tamping dengan alat tamper. Selanjutnya, meski tampak sedikit kesulitan, ia mulai memasukkannya ke dalam mesin ekspreso.
Tak ketinggalan, dirinya pun juga sudah tampak terlatih membawa nampan dan kopi buatannya menuju meja pelanggan, meski tampak sedikit beresiko jatuh namun ia sekalipun tak ragu membawa dan dengan percaya dirinya menaruh gelas kopi di meja pelanggan.
Kegiatan tersebut kini mulai rutin ia lakukan. Menjadi bagian dalam barista Cupable Coffee menjadi dirinya merasa berguna dan memiliki kesetaraan dengan orang normal lainnya. Itulah yang ia inginkan, tak ada diskriminasi terhadap penyandang disabilitas.
"Melalui kopi dan menjadi barista menjadi bukti bahwa kita (difabel) bisa," ungkapnya.
