Budaya

Perlu Diketahui, Ini Makna Labuhan Ageng Parangkusumo

Ini makna Labuhan Ageng Parangkusumo yang dilaksanakan oleh Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Hari Susmayanti
Tribun Jogja/ Ahmad Syarifudin
Abdi Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat tengah melakukan ritual larungan di Pantai Parangkusumo, Bantul, Senin(16/4/2018). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ahmad Syarifudin

TRIBUNJOGJA.COM - Asap dupa masih mengepul pekat dari dalam Cepuri Parangkusumo, ketika iringan para Abdi Dalem pembawa empat ancak mulai berangkat menuju Pantai Selatan.

Empat ancak yang diarak menuju pantai selatan diawali dengan dua songsong payung berwarna kuning keemasan.

Keempat ancak itu berisi beraneka macam sesajian yang hendak dilarung (dilabuh) ke Pantai Selatan.

Masing-masing ancak itu diusung oleh Empat Abdi Dalem dari keempat sisi penjuru.

Ancak pertama merupakan 'Pengajeng' berisi pengageman (pakaian) perempuan sebagai sarat utama labuhan.

Konon, pakaian ini merupakan persembahan kepada penguasa Pantai Selatan.

Ancak kedua berisi 'penderek pengageman' berisi aneka pakaian Sultan, namun bukan pakaian utama.

Ancak ketiga dan keempat merupakan sekar yang berisi pakaian para abdi dalem.

Menariknya, di antara keempat ancak ada payung sebagai sekat antara pengageman utama dengan pengageman pengiring.

Abdi Dalem Parangkusumo, Mas Jajar Surakso Tri Rejo, menjelaskan, Labuhan merupakan adat tradisi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Tradisi ini merupakan jalinan silaturahmi antara penguasa laut selatan yang biasa dikenal dengan Nyi Roro Kidul dengan para penguasa kerajaan Mataram.

"Lebuhan ini tradisi untuk menjalin silaturahmi Kerajaan laut selatan dan keraton Ngayogyakarta. Konon, antara penguasa laut selatan dengan pendiri kerajaan Mataram Islam, Danang Sutawijaya (Panembahan Senopati) telah terjadi kesepakatan ketika pertama kali hendak membuat kerajaan," terangnya, saat ditemui usai ritual Labuhan, Senin (16/4/2018)

Kesepakatan itu, lanjut dia, berupa kesanggupan Nyi Roro Kidul untuk membantu Danang Sutawijaya mengatasi segala macam ancaman yang bersifat ghoib.

"Danang Sutawijaya itu kan penguasa dohir (wadag) sementara Nyi Roro Kidul penguasa ghoib," terang dia.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved