Pemkot Yogyakarta Kaji Penataan Pemain Angklung

Pemerintah Kota Yogyakarta saat ini tengah menggodok konsep untuk penataan pemain angklung di kawasan setempat.

Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: oda
Tribun Jogja/ M Fatoni
Kelompok musisi jalanan, Motekar menghibur pengguna jalan, menggunakan angklung di perempatan Gramedia, Jalan Jenderal Sudirman, Yogyakarta, Selasa (20/5/2014). (ilustrasi) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Kota Yogyakarta saat ini tengah menggodok konsep untuk penataan pemain angklung di kawasan setempat.

Beberapa diantaranya, angklung harus memenuhi standar pariwisata untuk mendukung kegiatan wisata di Kota Yogyakarta.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogya, Yunianto Dwisutono menjelaskan, pihaknya belum bisa memberikan secara detail gambaran penataan pemain angklung di kawasan Kota Yogyakarta.

Hanya saja, konsepnya adalah menyesuaikan kebutuhan wisata di Yogyakarta.

“Nantinya yang harus disiapkan adalah memenuhi kriteria standar pariwisata. Namun, kami baru mengkaji supaya sesuai,” jelasnya, Rabu (5/4).

Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Sujanarko mengatakan, permainan angklung memang bukan merupakan musik tradisional Yogya. Alat musik tersebut merupakan akulturasi permainan musik dari wilayah Jawa Barat.

“Jika memang ada penataan, saya kira tidak masalah dan bisa menarik wisatawan,” jelasnya.

Dia pun mencontohkan, konsep penataan pemain angklung sudah pernah disampaikan oleh Wali Kota Yogya sebelumnya Haryadi Suyuti. Namun, hingga saat ini memang belum ada tindak lanjutnya.

Penertiban pemain angklung, kata dia, bisa dengan melokalisir di tempat tertentu, seperti di hotel atau pusat perbelanjaan.

“Namun, Pemkot juga harus melakukan pendataan jumlah grup angklung,” katanya.

Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Pandawa, Sugiarto, selaku kuasa hukum dari komunitas angklung meminta Sat Pol PP untuk tidak sewenang-wenang menertibkan komunitas angklung.

Dia juga menyebut, solusi yang ditawarkan untuk menempatkan seniman ke lokasi tertentu juga masih belum jelas.

 “Komunitas angklung tidak semata-mata mencari rupiah melainkan punya kemampuan bermain angklung sehingga tidak bisa disamakan dengan pengemis. Selain itu mereka juga menghibur para pengguna jalan dan bentuk ekspresi yang dilindungi hukum,” sebutnya.

Bahkan, sebutnya, pada tanggal 2 Mei lalu komunitas angklung di Jogja mendapat SP2 dari Satpol PP DIY.

Dalam SP2 tersebut komunitas angklung diminta tidak lagi bermain angklung di jalan dengan dalih mengganggu pengguna jalan dan dianggap melanggar Peraturan Daerah (Perda) DIY nomor 1 Tahun 2014 tentang Gelandangan dan Pengemis. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved