Belanda Simpan Naskah Kuno, Kalau Dijajar Panjangnya Bisa Mencapai 12 KM
Ribuan naskah kuno milik Yogyakarta masih tersimpan di Belanda. Pihak Keraton Kasultanan Yogyakarta, Pura Pakualaman
Penulis: esa | Editor: tea
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ekasanti Anugraheni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ribuan naskah kuno milik Yogyakarta masih tersimpan di Belanda. Pihak Keraton Kasultanan Yogyakarta, Pura Pakualaman maupun Pemda DIY bahkan tidak bisa memilikinya hingga sekarang. Sehingga, banyak akademisi dan peneliti Indonesia yang harus berbondong ke Belanda untuk memelajari naskah kuno yang memuat sejarah bangsanya sendiri.
Rektor Universitas Leiden Belanda Prof Carel Stolker, saat berkunjung di Gedhong Jene Keraton Kasultanan Yogyakarta, Kamis (27/2) membenarkan adanya ribuan koleksi naskah kuno Indonesia di universitasnya. "There's a large collection of Indonesian documents. Its like twelve kilometers of books. (Ada banyak sekali koleksi dokumen dokumen kuno Indonesia yang tersimpan di Leiden. Jika dijajar, hampir setara dengan 12 kilometer deretan buku buku)," tutur Prof Carel Stolker usai menggelar pertemuan bersama Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkun Buwono X yang juga bertahta sebagai Raja Keraton Kasultanan Yogyakarta, Kamis (27/2/2014).
Universitas Leiden Belanda belum lama ini bahkan mendapatkan sumbangan naskah naskah kuno lagi dari Amsterdam untuk memperkaya koleksinya. Sebab, Leiden memiliki jurusan yang khusus mempelajari budaya timur, budaya Asia. Bahkan, banyak peneliti dari seluruh dunia, termasuk dosen dosen dari Indonesia yang datang ke Leiden untuk mempelajari naskah itu.
Namun, ketika ditanya apakah Leiden berkenan mengembalikan naskah naskah itu ke Yogyakarta, Stolker tak menjawabnya. Ia justru menjelaskan jika pihaknya kini focus untuk melakukan digitalisasi sebanyak mungkin naskah naskah yang kondisinya sangat rapuh itu.
Bahkan, mereka tengah merancang sebuah pusat studi Asia yang menyimpan koleksi naskah itu semua. Dengan demikian, isi naskah kuno yang merupakan sejarah bersama Indonesia dan Belanda bisa diakses oleh semua pihak. Baik untuk kepentingan pemerintahan Indonesia maupun Belanda. "Kami digitalisasikan sebanyak mungkin, dan kami unggah ke internet, meskipun itu membutuhkan biaya yang sangat mahal. Sehingga semua bisa membacanya," tutur Stolker yang hadir mengenakan setelan jas warna gelap didampingi sejumlah staf dari universitasnya.
Stolker juga menegaskan, jika sebagian besar naskah yang tersimpan di Leiden merupakan naskah berbahasa Belanda. Jadi sudah semestinya, naskah itu berada di sana.
Anggaran Rp 3 Miliar
Terpisah, Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) DIY Budi Wibowo mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan tim khusus untuk melakukan penelusuran naskah naskah kuno yang tersebar di berbagai Negara. Sebagai contohnya, naskah dari zama Sri Sultan Hamengku Buwono I dan II yang sekarang banyak tersimpan di Amsterdam, Belanda. Untuk penelusuran itu, BPAD siap mengucurkan dana hingga Rp 3 miliar.
"Sebisa mungkin kami minta kembali, kalau tidak dapat naskah aslinya ya copy annya. Beberapa kali kami masih kesulitan menembus lembaga lembaga swasta yang menyimpan naskah naskah itu," tutur Budi dijumpai usai pertemuan dengan Komisi X DPR RI di Gedhong Pracimosono Kepatihan, Kamis (27/2) siang.
Ia mengakui, ada banyak kendala Pemda DIY untuk mendapatkan kembali naskah kuno itu. Bisa jadi, itu juga dikarenakan keraguan mereka terhadap kemampuan Indonesia mengelola naskah kuno. Sebab, fasilitas pengelolaan naskah kuno di sini belum memenuhi standar. Idealnya, ada lemari dan ruang tahan api untuk menyimpan arsip dan naskah kuno. Sedangkan DIY hingga saat ini belum memilikinya.
"Mungkin saja mereka (pihak asing) takut (menyerahkan naskah kuno ke Indonesia) karena pengelolaan naskah kita masih belum memenuhi standar. Hanya mengandalkan roll o pack," papar Budi.
Untuk itu, BPAD DIY telah mengajukan anggaran untuk pembuatan Detail Engineering Design (DED) depo arsip DIY. Namun, Pemda belum menetapkan dimana lokasi depo tersebut. Yang jelas, dengan depo itu, pengelolaan arsip diharapkan jadi lebih baik, lengkap dengan fasilitas lemari dan ruang tahan api.
2.700 Naskah Belum Tersentuh
KEPALA Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) DIY Budi Wibowo mengatakan, proses alih bahasa dan digitalisasi arsip dan naskah kuno kembali dilanjutkan pada 2014. Ada dua sumber anggaran yang disiapkan untuk untuk penyelamatan naskah kuno itu yakni Rp 10 miliar dari APBD 2014 serta sekitar Rp 7 miliar dari Dana Keistimewaan (Danais) 2014.
Danais Rp 7 miliar itu dikhususkan untuk penyelamatan naskah kuno Keraton Kasultanan Yogyakarta dan Pura Pakualaman. Sedangkan, alokasi Rp 10 miliar dari APBD ditujukan untuk penyelamatan naskah di luar Keraton dan Pura. Misalnya restorasi Staatsblad (Lembaran Negara Republik Indonesia saat zaman kolonial) tahun 1.836 dan 1910. "Itu sangat langka," ucap Budi Wibowo, Kamis (27/2).
Selain itu, tercatat ada 7.700 naskah kuno di Keraton. Namun, hanya 5.000 di antaranya yang sudah dikelola dan diselamatkan. Sisanya, sekitar 2.700 naskah/buku kono masih belum tersentuh sebab sudah rapuh. Banyak lembaran yang sudah lengket dan butuh penanganan khusus untuk membukanya. Karenanya, proses restorasi, alih bahasa maupun digitalisasi naskah terus dilakukan hingga seluruhnya tersasar.
"Kami masih menunggu cairan khusus dari Perpustakaan Nasional untuk membuka lembaran naskah kuno yang lengket itu," ucap Budi Wibowo usai menggelar pertemuan dengan anggota Komisi X DPRD RI di Gedhong Pracimosono Kepatihan, Kamis (27/2).
Sedianya, naskah naskah yang sudah selesai didigitalisasi dan dialihbahasakan, akan dipamerkan di Perpustakaan Daerah pada 2015 mendatang sembari menunggu proses perbaikan gedung selesai. Namun, tidak semua naskah kuno bisa dipamerkan ke masyarakat. Ada beberapa naskah kuno dari Keraton dan Pura yang memang tidak boleh dipublikasikan.
Di samping itu, BPAD DIY bekerjasama dengan universitas ternama di Yogya akan mengembangkan perpustakaan bertaraf internasional, Yogya Library for All. Targetnya, perpustakaan itu bisa diakses pada 2020.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Hakam Naja berharap agar pengelolaan perpustakan daerah di Yogyakarta yang memuat naskah kuno itu bisa dikelola dengan lebih modern. Pemda harus mengubah pola pikir agar perpustakaan itu tidak sekadar tempat membaca buku tapi juga bisa menjadi tempa bermain dan sarana rekreasi yang nyaman. Pemda bisa mencontoh pengelolaan perpustakaan di Singapura contohnya.
"Modelnya jangan hanya konservatif. Harusnya perpustakaan bisa jadi tempat berlibur," ucap Abdul di hadapan Wakil Gubernur DIY, KGPAA Pakualam 9. (esa)