Resensi Buku
Wawancara Imajiner dengan Bung Karno, Buku Bredelan Terbit Ulang
Buku ini berisi tentang sederet kriteria yang pantas dimiliki oleh presiden Republik Indonesia (RI) ketujuh
Penulis: Sigit Widya |
Namun, secara garis besar, hanya ada enam karakter terkait presiden yang layak memimpin negeri ini ke depan menurut penulis, dan tentunya wawancara imajiner dengan presiden RI pertama itu. Pertama adalah asertif (tegas), kemudian bersih, cerdas, mampu memutuskan kebijakan secara logis, dan terakhir adalah menghormati trias politika serta supremasi hukum.
Niat penulis, buku ini mampu menuntun masyarakat lewat pengetahuan dasar untuk memilih pribadi yang layak dicoblos pada Pemilu Presiden 2014 mendatang. Dengan demikian, penyesalan salah pilih bisa dielakkan. Dan muaranya, impian masyarakat memiliki pemimpin yang selama ini diidam-idamkan bisa terealisasi.
Sebenarnya, buku ini pernah terbit pada akhir 1970 silam. Tepatnya pada Maret 1978, menjelang Sidang Umum MPR di Jakarta, Wawancara Imajiner dengan Bung Karno diberedel oleh Soeharto. Kini, 35 tahun sudah sejak kejadian tersebut, atau 42 tahun sejak Bung Karno wafat dan 111 tahun sejak kelahirannya, buku ini pun dipasarkan lagi. Tentunya, setelah dilakukan penambahan di sana-sini serta menyesuaikan kondisi terkini.
Penambahan yang dimaksud adalah adanya komunikasi emosional dan interaksi intelektual antara penulis dengan Bung Karno terkait beragam topik menarik yang relevan dengan tantangan yang dihadapi bangsa ini dalam percaturan dan transformasi geopolitik abad ke-21. Seperti penuturan Bung Karno, yang diuraikan dalam buku ini secar apik, transformasi geopolitik sedang melanda dunia.
Revolusi demokratis terus berjalan seiring percepatan pembangunan yang manusiawi nan efisien dan efektif, tanpa mengulangi rezim otoriter. Dari situlah, ternyata, terdapat jalan tengah Pancasila yang mengharamkan ekstrem otoriter fasisme militer maupun diktator proletariat komunis. Kodrat hak milik individu mutlak dihormati. Sejalan dengan hal itu, negara dan pasar harus dikelola secara pas, sesuai reaksi kimianya.
Kepada Bung Karno, melalui wawancara imajiner, penulis kemudian melontarkan pertanyaan mengenai kesan dan pesan sang proklamator setelah memantau acara Rapat Kerja Presiden RI, menteri, dan gubernur se-Indonesia selama tiga hari tiga malam di Istana Tampaksiring, Bali. Apa jawab Bung karno? Ia mengucapkan selamat terhadap kinerja Indonesia, yang sekarang disebut sebagai satu dari Troika Asia, sebagai negara autopilot.
Uniknya, masih menurut Bung Karno berdasarkan hasil wawancara imajiner, presiden dan kabinet justru sibuk menghadapi industri Panitia Khusus di DPR sehingga kosentrasi terganggu. Aneh lagi, ekonomi ternyata tetap mampu tumbuh mulus dan masuk Troika Chindonesia. Semua ini, menurutnya, merupakan berkat Tuhan.
Apa pasal? Tanpa campur tangan Sang Maha Kuasa, capaian tersebut tidak akan terwujud, mengingat kondisi negeri ini sedang penuh insiden, mulai dari Koja, Jakarta Utara hingga kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi yang kambuhan. Bung karno tak lupa juga menyinggung sikap generasi elite sekarang yang harus belajar memahami sejarah dan geopolitik secara cerdas. Karena, jika hanya nostalgia pada masa lalu, tentu bangsa ini tidak akan laku. (sigit widya)
Judul : Wawancara Imajiner dengan Bung Karno 2012
Penulis : Christianto Wibisono
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 368 Halaman