Partai Buruh Minta Pemerintah Naikan UMP 2026 7,7 Persen
buruh mendesak pemerintah untuk menaikan UMP 2026 minimal sebesar 7,7 persen.
Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Jelang penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2026, sejumlah elemen buruh melaksanakan
Konsolidasi Aksi KSPI-Partai Buruh di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025).
Dalam aksi ini, buruh mendesak pemerintah untuk menaikan UMP 2026 minimal sebesar 7,7 persen.
Kenaikan UMP sebesar 7,7 persen ini bisa meningkatkan daya beli masyarakat yang saat ini turun.
Dengan begitu, perekonomian masyarakat juga turut naik.
UMP merupakan standar minimum upah bagi pekerja yang berlaku di suatu provinsi yang penetapannya wajib ditetapkan oleh gubernur.
Sedangkan UMK merupakan standar minimum upah bagi pekerja yang berlaku di setiap kabupaten/kota yang pengajuannya dilakukan oleh bupati/walikota untuk ditetapkan oleh gubernur.
UMP (Upah Minimum Provinsi) untuk tahun 2026 ditetapkan paling lambat tanggal 21 November 2025.
Baca juga: API DIY Dorong Pemerintah Buru Oknum di Level Elite, Bukan Penjual Pakaian Bekas Impor
Penetapan UMP dilakukan oleh gubernur, dengan acuan dari hasil dialog dan masukan dari Dewan Pengupahan Nasional serta pemangku kepentingan lainnya seperti buruh dan pengusaha.
Setelah ditetapkan, UMP akan berlaku mulai 1 Januari tahun berikutnya.
Dikutip dari Kompas.com, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal yakin jika upah buruh naik, maka daya beli masyarakat juga akan naik.
"Kalau upah naik, daya beli naik. Kalau daya beli naik, barang-barang yang diproduksi oleh pabrik-pabrik itu dibeli, konsumsi naik," kata Said dalam konferensi pers Konsolidasi Aksi KSPI-Partai Buruh di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025) dikutip dari Kompas.com.
Dia menjelaskan, angka 7,77 persen merupakan hasil perhitungan yang rasional dan sesuai dengan formula yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu menggabungkan data inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
"Inflasi itu datanya di 2,65 persen, sementara pertumbuhan ekonomi yang sudah terbukti itu 5,12 persen. Tinggal dijumlahkan saja, 7,77 persen," kata dia.
Kenaikan 7,7 persen itu, kata Said, merupakan titik temu antara permintaan buruh yang awalnya 10,5 persen dan kesanggupan pemerintah di angka 6,5 persen.
Dan nilai itu menurutnya cukup rasional.
"Permintaan awal kita itu kan 10,5 persen, kalau dari Presiden Prabowo itu 6,5 persen. Maka, setelah dihitung kembali, titik tengahnya di 7,77 persen yang rasional," ucapnya.
Meski ada perhitungan rasional, Said menegaskan serikat buruh tetap mendorong kenaikan di angka ideal yaitu 8,5 persen.
"Setidaknya, dengan hitungan kenaikan buruh, itu bisa naik sekitar Rp400.000 untuk buruh, cukup ideal bagi kami," ucap dia.
Tak hanya itu, Said juga berharap pemerintah dapat menerapkan kebijakan kenaikan upah minimum yang tunggal dan merata di seluruh daerah.
"Semoga ya kenaikan upah minimum ini tunggal, jadi sama rata semua. Sehingga, di daerah yang kecil, bisa ikut terangkat dan mengurangi disparitas (kesenjangan) upah antar daerah," ucapnya.
Dia meyakini bahwa perusahaan sejatinya mampu memberikan upah dengan nilai tinggi kepada buruhnya.
Dia pun memberikan contoh maraknya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Jawa Tengah, yang merupakan daerah dengan nilai UMR terendah di Indonesia.
"Pengusaha itu sanggup, masalahnya bukan di upah. Jawa Tengah itu se-Indonesia UMR-nya terendah, gaji mereka rendah, tapi tetap paling banyak PHK," kata Said.
Dia pun menduga, maraknya kasus PHK itu bukan disebabkan oleh nominal upah, melainkan daya beli yang rendah.
Karenanya, dia menegaskan, peningkatan daya beli ini sangat krusial karena 54 persen penyumbang pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah konsumsi.
"Kita itu penyumbang ekonomi terbesar, dari industri dan konsumsi. Kalau konsumsi naik pertumbuhan ekonomi yang diinginkan Presiden 8 persen itu bisa dikejar," jelas dia.
Lebih lanjut, Said menjelaskan bahwa tuntutan kenaikan upah ini menjadi agenda utama dalam serangkaian lobi dan aksi buruh hingga akhir Desember 2025 mendatang.
Upaya lobi, kata Said, dilakukan kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, dan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, untuk memastikan usulan buruh didengar dan disampaikan ke Presiden Prabowo Subianto.
"Kalau lobi masih mentok, aksi demo di daerah dan pusat akan jadi alternatifnya. Saya tegaskan lagi, bahkan mogok nasional itu menjadi opsi kalau tuntutan kami tidak dipenuhi," tegas dia.
Partai Buruh berharap, pemerintah dapat menetapkan angka kenaikan upah minimum yang adil dan berpihak pada peningkatan daya beli buruh, sejalan dengan iklim usaha dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com.
| Penetapan UMP DIY 2026 Masih Menanti Petunjuk Resmi dari Pemerintah Pusat |
|
|---|
| Apindo DIY Sebut Tuntutan Kenaikan 50 Persen Upah Tidak Realistis |
|
|---|
| Memahami Kemarahan Demonstran, MPBI DIY Desak DPR Buat UU Pro-Buruh dan Kenaikan Upah 50 Persen |
|
|---|
| KSP PB Tuntut Keadilan Sosial, Hak Pekerja, dan Ruang Hidup Rakyat |
|
|---|
| Presiden Prabowo Bakal Hadir di Perayaan Hari Buruh di Lapangan Monas |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.