5 Contoh Puisi Akrostik Tentang Kerinduan pada Kekasih

Ia bisa datang tanpa sebab, menetap tanpa izin, dan pergi tanpa pamit.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
tribunjogja
Ilustrasi seseorang sedang duduk sembari menikmati cahaya bulan di jendela. Menggambarkan seseorang yang sedang merindukan kekasihnya. 
Ringkasan Berita:
  • Rindu digambarkan sebagai perasaan yang hadir tanpa sebab namun meninggalkan jejak mendalam.
  • Puisi menjadi wadah untuk menyalurkan rindu.
  • Lima puisi akrostik diciptakan untuk menggambarkan kenangan, penantian, dan cinta yang abadi.

 

TRIBUNJOGJA.COM - Rindu adalah rasa yang aneh.

Ia bisa datang tanpa sebab, menetap tanpa izin, dan pergi tanpa pamit.

Dalam diam, ia tumbuh seperti bayangan senja yang tak bisa dihapus oleh malam.

Bagi banyak orang, rindu adalah cara lain dari mencintai, sebuah bukti bahwa hati masih mengenang seseorang meski jarak sudah memisahkan.

Kadang hadir lewat aroma kopi yang sama, lagu lama yang tiba-tiba terdengar, atau sepi yang muncul di antara kesibukan hari.

Dari perasaan yang tak sempat terucap itu, lahirlah puisi tempat rindu bersembunyi dalam kata-kata yang lembut dan jujur. 

Kali ini, lima puisi akrostik dua kata hadir untuk menggambarkan betapa luas dan dalamnya rasa rindu tersebut.

Melalui teknik akrostik, di mana huruf awal tiap baris membentuk dua kata kunci, setiap puisi seolah menulis pesan rahasia tentang kenangan, penantian, dan cinta yang tak pernah padam. 

 

Berikut ini 5 contoh puisi akrostik : 

 

1. Peluk Senja

Pernah kau titip angin sore padaku,
Erat rasanya, walau tak nyata.
Langit memudar membawa wajahmu,
Untuk sekejap aku lupa waktu.
Kau, masih di mataku di antara jingga.

Sunyi membisik, “dia akan pulang,”
Embun jatuh, menyentuh rinduku.
Nama yang tak lelah kupanggil,
Jauh, namun terasa begitu dekat.
Aku menunggu, meski waktu membisu.

 

2. Bayang Waktu

Berulang malam tanpa suara,
Ada jejakmu di setiap mimpi.
Yakin hatiku tak keliru menanti,
Angin membawa kabar samar darimu.
Nyanyian rindu pun menua bersamaku.
Gelisah jadi teman setia.

Walau jarak memahat sunyi,
Aku masih menggenggam harap.
Kasih, biar waktu menguji,
Tapi rinduku tak akan usai.
Untukmu, selamanya.

 

3. Rasa Lalu

Rintik hujan sore ini,
Aku dengar lirihnya seperti suaramu.
Setiap tetes membawa kenangan,
Ada kamu di antara dingin dan doa.

Luruh daun menyimpan diam,
Aku menulis namamu di udara,
Lembut tapi tak pernah hilang,
Untukmu, rinduku mengakar.

 

4. Sunyi Dalam

Seolah waktu berhenti,
Untuk sekadar mengingat wajahmu.
Nafasku menyimpan kisah lama,
Yang tak bisa padam begitu saja.
Inilah aku, terperangkap rindu.

Di antara malam dan doa,
Ada senyum yang kurindukan.
Langit tahu siapa namanya,
Aku memanggil tanpa suara.
Mungkin hanya angin yang menjawab.

 

5. Cahaya Jarak

Cinta ini menembus kabut,
Ada kamu di setiap detak yang sunyi.
Hujan tak lagi dingin,
Aku hangat oleh kenanganmu.
Yang jauh terasa begitu nyata.
Aku menatap langit dan menunggu.

Jarak hanyalah ujian waktu,
Ada rinduku meniti awan.
Rasanya tak perlu alasan,
Aku tetap mencintamu.
Karena rindu, tak butuh jarak.

 

Baca juga: 5 Puisi Singkat Menyentuh Hari Ayah Nasional 12 November 2025

 

Kelima puisi akrostik ini memperlihatkan sisi lain dari cinta dan kehilangan.

Masing-masing memiliki warna sendiri — dari hangatnya Peluk Senja, getirnya Bayang Waktu, lembutnya Rasa Lalu, heningnya Sunyi Dalam, hingga terang harapan di Cahaya Jarak.

Lewat puisi, perasaan yang tak bisa diucapkan bisa menemukan rumahnya.

Di sana, kata-kata menjadi jembatan, dan setiap baris menjadi napas dari hati yang menunggu.

Mungkin benar, rindu tidak pernah benar-benar hilang.

Ia hanya berubah bentuk dari tatapan menjadi doa, dari suara menjadi tulisan.

Dan siapa tahu, di antara ribuan bait yang pernah dibuat manusia, ada satu puisi yang akhirnya sampai pada orang yang dirindukan.

(MG HAJAH RUBIATI)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved