Pakar UIN Kalijaga Yogyakarta: Wacana Kembalinya GBHN Lewat PPHN Kehilangan Relevansi
Upaya menghidupkan kembali haluan negara dalam bentuk apapun dinilai justru bertentangan dengan arah reformasi dan hasil amendemen UUD 1945.
Penulis: Almurfi Syofyan | Editor: Muhammad Fatoni
Ringkasan Berita:
- Format baru bernama Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dirumuskan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.
- Pakar Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menilai upaya menghidupkan kembali haluan negara dalam bentuk apapun justru bertentangan dengan arah reformasi dan hasil amendemen UUD 1945.
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Wacana menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) kembali mencuat ke permukaan.
Kali ini hadir dalam format baru bernama Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), yang telah dirumuskan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.
Meski belum ada keputusan politik maupun pengesahan, rancangan PPHN disebut akan segera dikomunikasikan MPR dengan Presiden Prabowo Subianto dalam waktu dekat.
Namun gagasan ini memantik respons kritis dari sejumlah pakar, salah satunya Gugun El Guyanie, Pakar Hukum Tata Negara dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Ia menilai bahwa upaya menghidupkan kembali haluan negara dalam bentuk apapun justru bertentangan dengan arah reformasi dan hasil amendemen UUD 1945.
"Menghidupkan kembali haluan negara itu sebenarnya tidak sesuai dengan arah reformasi dan amendemen. Isu kembalinya GBHN atau dengan format yang baru, jelas kehilangan relevansi dan urgensi," tegas Gugun saat dihubungi Tribun Jogja, Jumat (14/11/2025).
Ketika ditanya mengenai ketidakrelevanan PPHN dalam sistem politik saat ini, Gugun menjelaskan bahwa sejak reformasi, struktur ketatanegaraan Indonesia telah berubah secara fundamental. MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara sebagaimana pada masa Orde Baru.
"Ketatanegaraan kita setelah reformasi berubah. MPR sudah bukan lembaga tertinggi negara. Kita sudah komitmen memperkuat presidensialisme. Kalau PPHN dihidupkan, dikhawatirkan itu merusak amendemen ketatanegaraan," jelasnya.
Ia mengingatkan bahwa jika PPHN diberi kewenangan mengikat, posisi MPR bisa kembali menguat dan membuka peluang munculnya produk hukum seperti TAP MPR yang bersifat mengatur.
Baca juga: BARA ADIL Terima Informasi Penangkapan Mahasiwa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Dalam jangka panjang, Gugun mengingatkan risiko kemunduran sistem ketatanegaraan.
"Kalau nanti lama-lama pemilihan presiden dipilih MPR lagi, itu yang harus diperhatikan," ujarnya.
Gugun menilai tidak ada kebutuhan mendesak untuk menetapkan PPHN karena kerangka pembangunan nasional sebenarnya sudah diatur secara komprehensif melalui undang-undang, seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
"Tidak urgen. Haluan negara itu sudah ada di undang-undang. Ada RPJPN. Itu semuanya sudah ada," tegasnya.
Sementara itu, visi-misi capres-cawapres yang dipilih langsung rakyat justru menjadi basis arah pembangunan dalam sistem presidensial modern.
| Mahasiswa UIN Yogyakarta Sempat Ditahan Polisi, Kini Sudah Dibebaskan |
|
|---|
| BARA ADIL Terima Informasi Penangkapan Mahasiwa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta |
|
|---|
| UIN Sunan Kalijaga Gelar Kuliah Kolaboratif Bahas Kebebasan Akademik |
|
|---|
| Peran Jurnalisme Fakta dan Makna Dibahas di Talkshow Magister FDK UIN Sunan Kalijaga |
|
|---|
| Mahasiswa Jogja Gelar Aksi di Pertigaan UIN, Tuntut Penghapusan Tunjangan DPR dan Reformasi Aparat |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/UIN-Sunan-Kalijaga.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.