Kirana Viramantra di Monjali, Melangitkan Doa untuk Pahlawan Lewat Cahaya dan Kolaborasi Seni
Kementerian Kebudayaan menghadirkan cara baru mengenang perjuangan melalui cahaya, seni dan refleksi di Monumen Jogja Kembali (Monjali)
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
Ringkasan Berita:
- Pertunjukan Kirana Viramantra digelar di Monumen Jogja Kembali (Monjali) bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional.
- Perayaan seni multimedia ini memadukan unsur teater, musik, tari dan video mapping, serta sinergi antara teknologi dan budaya
- Kirana Viramantra bukan sekadar pertunjukan seni, tetapi bentuk penghormatan yang menyalakan kembali nilai-nilai kepahlawanan melalui kekuatan budaya.
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Di bawah cahaya yang menari di fasad Monumen Jogja Kembali (Monjali), doa-doa untuk para pahlawan seolah melangit bersama denting musik dan lantunan macapat.
Lewat 'Kirana Viramantra', Kementerian Kebudayaan menghadirkan cara baru mengenang perjuangan—melalui cahaya, seni, dan refleksi.
Digelar pada Senin (10/11/2025) malam di area Monumen Jogja Kembali (Monjali), Yogyakarta, perayaan seni multimedia ini memadukan unsur teater, musik, tari dan video mapping.
Acara yang diinisiasi oleh Direktorat Pengembangan Budaya Digital Kementerian Kebudayaan itu menjadi ruang kolaborasi antara Mantradisi dan Sanggar Seni Sekar Kinanti, dengan pementasan utama bertajuk “Goro-Goro Diponegoro.”
Nama Kirana Viramantra berasal dari bahasa Sanskerta: kirana berarti cahaya, sedangkan viramantra berarti pahlawan dan doa.
Gabungan dua kata ini melambangkan semangat untuk melangitkan doa bagi para pahlawan melalui cahaya—menjadikan Hari Pahlawan bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan pengalaman budaya yang hidup dan menyentuh.
Direktur Pengembangan Budaya Digital, Andi Syamsu Rijal, menuturkan bahwa Kirana Viramantra bukan sekadar pertunjukan seni, tetapi bentuk penghormatan yang menyalakan kembali nilai-nilai kepahlawanan melalui kekuatan budaya.
“Kirana Viramantra bukan sekadar tontonan, tetapi wujud penghormatan, melangitkan doa untuk pahlawan melalui cahaya,” ujarnya.
“Melalui kebudayaan yang dijaga nilainya, Monumen Jogja Kembali hadir sebagai ruang pembelajaran dan refleksi tentang hubungan manusia dengan sejarahnya,” imbuhnya.
Baca juga: Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Dinilai Bentuk Pengkhianatan terhadap Korban Orde Baru
Menurut Andi, upaya melestarikan kebudayaan tidak boleh berhenti pada pengarsipan masa lalu.
Justru, kebudayaan harus menjadi jembatan yang menghubungkan generasi kini dengan nilai-nilai luhur bangsanya.
“Tugas kita bukan membuat masa lalu menjadi museum yang membeku, tetapi memanfaatkan kebudayaan tanpa mencabut nilai luhur di dalamnya agar ia dapat menyapa generasi baru secara relevan, menyala, dan bermakna,” tuturnya.
“Inilah bentuk edukasi kreatif yang membuka pintu bagi publik, terutama generasi muda, untuk melihat bahwa sejarah bukan sesuatu yang jauh dan kaku, tetapi hidup, hangat, dan dapat disentuh melalui seni,” katanya lagi.
Karya utama “Goro-Goro Diponegoro” yang dipentaskan dalam acara ini merupakan naskah lama yang telah dimodifikasi sejak delapan tahun lalu.
| Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Dinilai Bentuk Pengkhianatan terhadap Korban Orde Baru |
|
|---|
| Elemen Sipil Yogyakarta Desak Pemerintah Batalkan Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Ini Alasannya |
|
|---|
| Peringati Hari Pahlawan, Petugas KAI Daop 6 Yogyakarta Kenakan Kostum Perjuangan |
|
|---|
| Pesan Bupati Klaten Saat Peringatan Hari Pahlawan Nasional 2025 |
|
|---|
| Ziarah Nasional di Kusumanegara, Pemda DIY Ajak Generasi Muda Teladani Semangat Juang Pahlawan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/Kirana-Viramantra-di-Monumen-Yogya-Kembali.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.